IMAN itu lisan dan amal. Mengucapkannya memang mudah, tapi mengamalkannya yang susah.
Ada kisah di negeri Suriah tentang orang soleh yang pindah rumah. Ia pindah ke lokasi yang dekat dengan masjid. Mungkin itulah tujuan utamanya pindah: dekat dengan masjid dan mudah beribadah.
Karena sering ke masjid, anak muda ini menjadi perhatian imam masjid. Selalu datang di awal dan tak buru-buru meninggalkan masjid.
Selang beberapa waktu berjalan, perhatian imam masjid lebih intens lagi. Imam masjid pun mengajak sang pemuda soleh ini ngobrol-ngobrol. Ia sepertinya ingin tahu bagaimana dapat penghasilan.
Hal ini mungkin karena si pemuda selalu ada di masjid. Ibadah di awal waktu, zikir, tilawah, dan akrab dengan jamaah masjid yang lain. Selain itu, imam juga khawatir kalau si pemuda butuh bantuan.
“Maaf, dari mana Anda dapat penghasilan?” ucap imam masjid.
Si pemuda ini dengan rileks menjawab, “Allah subhanahu wata’ala sudah mengatur rezeki hamba-Nya.” Sang imam hanya mengangguk pelan.
Waktu pun terus bergulir. Mungkin karena merasa belum jelas, di lain kesempatan, imam masjid menanyakan lagi hal yang sama: penghasilan untuk sehari-hari Anda dari mana?
Pemuda ini kembali menjawab hal yang sama, “Allah sudah mengatur semua rezeki hamba-Nya.”
Waktu pun terus bergulir lebih lama lagi. Perhatian imam masjid ke pemuda soleh ini tak kunjung surut. Sepertinya, ia masih khawatir dengan penghasilan pemuda ini.
Akhirnya di sebuah kesempatan, imam masjid ini bertanya lagi, “Selama ini, Anda dapat rezeki dari mana?”
Pemuda ini menarik nafas dalam. Ia menjawab, “Ada seorang teman yang memberikan hadiah uang bulanan sebesar sekian dan sekian. Disebutkan jumlahnya dalam mata uang Suriah.
Mendapati jawaban itu, imam masjid ini pun tersenyum. “Kali ini aku lega dengan jawabanmu,” ucapnya.
Namun, si pemuda ini tampak gusar dengan apa yang diucapkan imam masjid. “Saya jadi heran dengan ustaz. Dua kali saya jawab bahwa Allah sudah menjamin rezeki saya, Anda tak puas. Tapi ketika saya jawab, ada manusia yang menjamin rezeki saya, Anda justru merasa puas.”
Deg. Ucapan si pemuda ini langsung menyadarkan imam masjid. Kenapa ketika disebut nama Allah sebagai penjamin rezeki, ia ragu. Tapi ketika disebut seorang manusia yang menjamin, ia yakin.
Sang pemuda pun berujar, “Apa saya harus mengqada shalat saya bersama Anda, karena Anda lebih yakin rezeki yang dijamin oleh manusia daripada rezeki yang dijamin oleh Allah?”
**
Kalau sekadar ucapan, rasanya iman kita sudah sangat cukup. Bahwa: Allah yang selalu menjamin rezeki setiap hamba-Nya. Bahkan, rezeki seluruh hewan dan tumbuhan.
Tapi kadang, Allah tak cukup kuat untuk dijadikan penjamin rezeki dalam dunia nyata. Misalnya, “Apa bisa hidup dengan gaji segitu?”
Kita lupa bahwa apa yang sudah Allah anugerahkan untuk kita jauh lebih besar dari apa yang kita dapatkan dari manusia. Bahkan, Allah menganugerahkan rezeki yang tidak kita minta.
Allah berfirman, “Dan tidak satu pun makhluk bernyawa di bumi melainkan semuanya dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuz).” (QS. Hud: 6) [Mh]
Perbaharui iman kita dengan selalu ‘menghadirkan’ Allah dalam lisan, hati, dan amal nyata kita. [Mh]