CEMBURUNYA seorang istri itu ibarat garam dalam masakan, berperan sebagai penyedap. Takarannya secukupnya saja. Terlalu banyak akan terlalu asin dan membuat makanan tidak bisa dimakan.
Terlalu sedikit, akan menjadi hambar dan juga menjadi tidak enak untuk dinikmati.
Baca Juga: Dayyuts, Ciri-Ciri Suami yang Tidak Punya Rasa Cemburu
Cemburunya Seorang Istri
Istrilah yang biasanya lebih sering dihinggapi rasa cemburu. Meski begitu bukan berarti suami tidak punya rasa cemburu.
Apa pasal yang membuat perempuan cemburu, perempuan cemburu pada perempuan lain yang mempunyai kecantikan atau keterampilan yang lebih baik dari dirinya.
Perempuan cemburu jika suaminya lebih memberi perhatian pada perempuan yang bukan istrinya atau bahkan sering membanding-bandingkan dirinya dengan perempuan lain.
Sifat cemburu ini bukanlah sesuatu yang negative. Seorang perempuan yang cemburu itu wajar dan manusiawi. Bahkan istri-istri rasulullah pun tidak lepas dari sifat cemburu.
Sahabat Anas bin Malik menceritakan, “Bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sedang berada di rumah salah seorang istrinya.”
Anas berkata, “Menurutku adalah Aisyah.” Lalu Salah seorang istri beliau yang lain mengirimkan sepiring makanan yang diantar oleh utusannya, tetapi istri yang bersama beliau membuang piring yang berada di tangan utusan sehingga pecah terbelah menjadi dua.
Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengatakan: “Ibu kalian sedang cemburu.”
Lalu beliau menyatukan dua pecahan piring tersebut dan meletakkan makanannya di atasnya seraya bersabda: “Makanlah oleh kalian!” maka para sahabat pun memakannya.
Sementara beliau tetap memegang piring yang pecah tersebut hingga mereka selesai memakan makanannya, lalu diberikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sebuah piring yang lain, lalu beliau pun tinggalkan yang pecah.” (HR. Ahmad)
Hadits di atas merupakan pelajaran untuk para suami dalam mengatasi kecemburuan istri.
Rasulullah menyebut perbuatan Aisyah tersebut sebagai bentuk cemburu. Meski begitu Beliau tidak langsung menghardik Aisyah atau memarahinya karena merasa Aisyah telah mempermalukan dirinya di hadapan para sahabat yang sedang bertamu.
Dengan sabar dia mengatakan jika ibunda Aisyah sedang cemburu. Bahkan beliau menyatukan piring yang terbelah itu dan meletakkan kembali makanan yang tercecer ke atas piring tersebut.
Kemudian beliau meminta para sahabat untuk memakannya.
Rasulullah kemudian mengganti piring yang pecah itu dengan piring milik Aisyah dan meminta seorang pembantunya untuk mengirimkan piring itu kepada istrinya yang mengirim makanan itu.
Rasulullah bersabda dalam hadits riwayat at-Tirmidzi, “Merusakkan makanan diganti dengan makanan, bejana diganti dengan bejana.”
Dan perkara itu selesai tanpa drama berseri alias selesai dengan baik-baik.
Menghadapi kecemburuan istri memang harus dengan sikap santun dan bijaksana.
Rasulullah yang memiliki akhlak yang sempurna telah mengajarkan sikap itu kepada kita.
Beliau tidak pernah bersikap kasar atau bahkan tidak jujur pada istri-istrinya.
Bahkan beliau tidak pernah menggunakan kekerasan fisik dalam menghadapi sikap istri-istrinya yang terkadang membuat hatinya gundah.
Sebaliknya, untuk para istri, mempunyai rasa cemburu itu wajar jika tidak berlebihan.
Jangan sampai menimbulkan sikap tidak mempercayai suami hingga terus memata-matainya dan menyelidikinya dengan cara yang tidak baik.
Mengumbar amarah bahkan hingga mengeluarkan kalimat-kalimat yang tidak baik. Bagaimana pun suami itu adalah pemimpin dalam keluarga kita.
Seorang istri mempunyai kewajiban untuk menaati dan menghormatinya. Wallahu’alam [MAY/Cms]