ChanelMuslim.com- Hidup dikelilingi pejabat tidak selalu nyaman. Ada intrik-intrik, ada juga kegalauan.
Bu Emi tergolong beruntung. Ibu tiga anak ini hidup di antara dua pejabat. Suaminya ketua Rt. Dan ibunya sebagai ketua Rw.
Pak Joko, suami Bu Emi, tergolong pejabat yang sukses. Meski hanya sebagai ketua Rt, ia begitu disukai warganya. Tidak heran jika menjelang pemilihan pengurus Rt baru, istilah tiga periode tiba-tiba disuarakan warga.
Siapa lagi kalau bukan untuk Pak Joko. Sudah dua kali menjabat, tapi warga begitu kerasan dengan kepemimpinannya. Ramah, sopan, dan sangat rajin.
Bu Emi masih mengingat momen-momen ketika suaminya terpaksa menjadi Rt. Sebenarnya, yang dijagokan sebagai ketua Rt adalah Bu Emi sendiri. Dan pihak yang menjagokan adalah Bu Rw, yang tak lain ibu kandung Bu Emi sendiri.
Sosok Bu Rw memang sudah sangat lama ditokohkan warga. Meski perempuan dan usianya sudah tidak muda lagi, ibu dari Bu Emi ini dikenal tegas. Sebagian warga menilainya galak.
Tapi, Bu Emi sudah terus terang menyatakan ke warga bahwa dirinya tidak berkenan dicalonkan. Tapi karena ia takut sama ibunya, Bu Emi pura-pura mengiyakan permintaan ibunya.
Pernah sekali Bu Emi menyampaikan keberatan itu ke ibunya. “Bu, saya nggak sanggup kalau jadi ketua Rt. Mas Joko aja, ya?” ucapnya suatu kali.
Namun, ibu Bu Emi menolak. “Kamu harus seperti ibu. Harus bisa memimpin warga!” tegasnya.
Warga akhirnya bersiasat dengan Bu Emi agar Pak Joko bisa menggantikan Bu Emi sebagai calon Rt. Caranya? Warga memohon kepada Bu Rw untuk dilakukan pemilihan Rt, bukan penunjukan.
Dengan kepiawaiannya, Bu Rw menghitung-hitung peluang menangnya Bu Emi melawan Pak Joko yang juga menantunya. Ia mengira, warga akan secara bulat memilih Bu Emi karena segan dengan dirinya.
Namun, kalkulasi itu ternyata meleset. Bu Rw tidak menyadari kalau warga secara diam-diam menggalang dukungan untuk Pak Joko.
Dan hal itu terulang lagi di periode kedua. Kali ini, keadaannya bahkan lebih menguntungkan Pak Joko. Kalau di periode satu Pak Joko belum dikenal warga, di periode dua ia sudah sukses mengundang simpati.
Pak Joko sudah terlanjur dikenal baik warga. Ia ramah, meskipun bukan asli situ. Ia menjadi warga situ setelah menikah dengan Bu Emi sepuluh tahun lalu.
Pak Joko juga dikenal rajin. Kalau ada sampah yang berserakan, Pak Joko tak segan-segan memungut dan membuangnya ke tempat sampah.
Satu lagi yang luar biasa dari Pak Joko. Meskipun mertuanya galak, Pak Joko tetap hormat. Ia juga nurut apa saja yang diarahkan mertuanya.
Lagi-lagi, trik dan intrik politik yang dilakukan Bu Rw gagal total. Bukan puterinya yang menjadi ketua Rt, lagi-lagi Pak Joko, menantunya.
Untuk yang ketiga ini, Bu Rw masih optimis puterinya bisa menjadi Rt. Sebaliknya, warga pun sepakat Pak Joko bisa mulus maju tiga periode.
Warga memang mendengar kalau Bu Rw akan membuat aturan masa jabatan hanya dua periode. Tapi, warga juga punya senjata lain. Kalau aturan itu jadi diterapkan, mereka akan menggugat jabatan Bu Rw yang sudah empat periode.
Acara pemilihan mulai digelar. Calon ketua Rt sudah duduk di depan. Keduanya adalah Pak Joko dan Bu Emi, alias suami istri yang juga menantu dan puteri dari Bu Rw.
Sebelum dilakukan pemilihan, panitia membacakan aturan pemilihan. Warga dan para calon pun mendengarkan. Dan, mereka terkejut pada peraturan nomor 11, alias terakhir.
“Calon yang sah adalah asli keturunan warga setempat. Dan bukan warga pendatang!” ucap panitia. [Mh]