SELAIN tantrum, anak mungkin pernah mengalami meltdown. Keduanya terlihat serupa tapi sebenarnyanya tidak sama. Biasanya anak akan marah dan menangis hingga membuat orangtua kewalahan karena tidak memahami apa yang diinginkannya.
Oleh karena itu penting bagi orangtua untuk memahami perbedaan antara tantrum dan meltdown sehingga dapat memberikan respon yang tepat. Berikut ini perbedaan tantrum dan meltdown:
Baca Juga: Tips Menghadapi Anak yang Tantrum di Restoran
Perbedaan Tantrum dan Meltdown, Serupa tapi Tak Sama
Temper Tantrum
The Mayo Clinic menjelaskan bahwa amarah sering terjadi karena anak kecil belum bisa untuk mengungkapkan apa yang dirasakannya dengan cara lain. Kosakata mereka yang terbatas dapat membuat mereka merasa frustrasi sampai marah.
Mungkin anak menginginkan mainan tetapi tidak bisa membeli mainan tersebut. Mungkin dia masih ingin bermain dengan temannya, tetapi orangtuanya mengatakan sudah waktunya untuk pulang.
Kondisi ini bisa berubah menjadi tantrum, terutama saat anak ditempatkan dalam situasi yang bisa memicu emosi yang kuat.
Perilaku tersebut biasanya mereda begitu anak mendapat perhatian yang cukup atau keinginannya terpenuhi, demikian dilansir dari Brain Balance.
Sensory Meltdown
Meltdown atau sensory meltdown sangat berbeda dari tantrum. Sensitivitas sensorik terhadap kebisingan, cahaya, keramaian, atau sentuhan dapat menyebabkan anak-anak dan orang dewasa yang memiliki gangguan pemrosesan sensorik menjadi ketakutan, tidak nyaman dan kewalahan.
Saat anak banyak menerima banyak rangsangan sensorik dapat menyebabkan reaksi yang dianggap orangtua sebagai masalah perilaku padahal sebenarnya itu hanyalah tanda dari kelebihan sensorik.
Dikutip dari Mommies Daily, hal ini kerap terjadi ketika adanya perubahan situasi dan rutinitas yang dirasa cukup menantang bagi anak, di mana anak mengalami kesulitan menjalani masa transisi, kurangnya kemampuan dalam berkomunikasi dengan jelas, kurang tidur, serta kekurangan nutrisi.
Selain itu, suara bising ketika berada di tempat ramai dan terlalu banyak orang, bisa jadi hal tersebut yang menjadi sumber gangguan pada anak.
Setelah memahami perbedaan dari keduanya, semoga Bunda dan Ayah bisa memberikan respon yang tepat terhadap emosi si kecil. [Ln]