MENURUT pandangan Islam dalam kehidupan sehari-hari, orangtua tidak bisa menghindar dari tanggung jawab dan amanahnya sebagai seorang ayah dan ibu terhadap anak-anaknya. Kondisi saat ini, orangtua selalu sibuk bekerja sementara tanggung jawab untuk mendidik anak akan dihisab kelak di Hari Kiamat di hadapan Allah subhanahu wa ta’ala.
Bukan berarti pekerjaan bisa dipakai sebagai alasan untuk membiarkan atau menelantarkan anak-anak kita. Karena menelantarkan anak-anak adalah termasuk perbuatan dzolim dari orangtuanya yang menyebabkan Allah murka kepada orang tuanya.
Baca Juga: 5 Cara Mengasuh Anak Laki-laki
Mengasuh Anak Ketika Orangtua Sibuk Bekerja
Dalam hadits shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang yang di bawah tanggungannya”.
Artinya, disebut berdosa kalau menelantarkan (tidak peduli) kepada anak-anaknya dan orang -orang yang ada di bawah tanggungannya.
Ibnul Qoyyim Al Jauziyah dalam kitabnya Tifatul Maulud Bi Ahkamil Maulud menyebutkan bahwa salah satu orang yang dzolim, orangtua yang menyengsarakan anaknya di Akhirat, beliau menyatakan: “Betapa banyaknya orang tua yang menyengsarakan anaknya di dunia dan akhirat”.
Padahal tidak ada satu orangtua pun yang berniat ingin menyengsarakan anaknya. Ada tiga macam orang yang menyengsarakan anaknya di dunia dan akhirat:
1. Tidak peduli terhadap urusan anaknya. Anaknya bisa makan atau tidak, anaknya sekolah atau tidak, dibiarkan, tidak diperhatikan.
2. Dia (orangtua itu) tidak mendidiknya
3. Dia (orangtua) memfasilitasi syahwat anaknya.
Memfasilitasi syahwat anak, misalnya dengan membelikan anaknya PS (Play Station), padahal ia tidak tahu bahwa dalam Game PS itu banyak yang merusak dan meracuni jiwa anak.
Atau orangtua tidak mau diganggu di akhir-pekan, lalu anak dipinjami HP padahal dalam HP itu ada program-program yang tidak boleh dilihat oleh anak-anak.
Apalagi anak-anak difasilitasi kamar ber-AC, gadget di tangannya, maka ketika anak mengunduh film porno dalam kamarnya, orangtua tidak akan tahu.
Karena itulah maka jangan sampai kita disebut sebagai orangtua yang dzolim. Di tengah kesibukan kita, maka Allah subhanahu wa ta’ala kelak di akhirat akan menanyakan dan diminta pertanggungjawaban kita terutama dalam mendidik (mengasuh) anak.
Dalam hadits shahih riwayat Imam Muslim, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawabannya. Khususnya seorang ayah, ia bertanggungjawab atas keluarganya. Dan ia akan ditanya di akhirat tentang pertanggungjawabannya”.
Maka Anda sebagai kepala keluarga, yang sibuk bekerja, jangan sampai tidak bisa mempertanggungjawabkan ketika ditanya di akhirat kelak.
Menurut ulama Syaikh Abdullah Nasihu dalam Kitab Tarbitul ‘Alam Islam mengatakan: “Nanti akan banyak para ayah yang mula-mula melangkahkan kakinya menuju Surga dengan percaya-diri (PD), karena membawa pahala sedekah, pahala shalat Malam, pahala membaca Al-Quran, tetapi sampai di pintu Surga ada seseorang yang mencegatnya (menundanya) dengan mengadu kepada Allah subhanahu wata’ala: “Ya Allah, tahanlah orang ini, aku menuntut hakku”.
Ternyata orang itu adalah anaknya sendiri ketika di dunia. Kemudian ditanyakan: “Apa hak yang engkau tuntut dari orang ini?”.
Maka jawab orang (anaknya) itu: “Dia tidak kurang-kurang ibadahnya, rajin sholat malam, dan ia rajin beribadah kepada Allah ketika di dunia, tetapi sebagai anak, aku tidak pernah diurusi ketika aku masih dalam pengasuhannya.
Aku menuntut hakku, aku menjadi anak yang melawan, anak yang sering berbuat dzolim karena tidak dididik oleh ayahku. Aku sering melanggar perintah-Mu karena aku tidak pernah mendapat pengajaran tentang Engkau, ya Allah”.
Maka Allah memanggil orang (si ayah) tersebut, seluruh pahalanya diambil oleh Allah dan diberikan kepada anaknya dan dosa si anak diberikan kepada ayahnya itu. Maka orang (si ayah) itu telantar kelak di akhirat.
Artinya, pertanggungjawaban tetap akan dipertanyakan oleh Allah swt di Akhirat karena anak merupakan amanah dari Allah subhanahu wa ta’la.
Wallahu a’lam bish showab.[ind]
Oleh: Ustaz Bendri Jaisyurrahman