ORANGTUA biasanya akan memberikan hukuman kepada anak sebagai bagian dari konsekuensi setelah melakukan kesalahan. Hal ini diterapkan agar si anak menerapkan sikap disiplin.
Namun tak sedikit orangtua yang menghukum anak dengan cara-cara yang kurang efektif seperti memerintahkan anak untuk membersihkan toilet selama seminggu berturut-turut, menyapu rumah pagi dan sore atau melakukan kegiatan-kegiatan baik lainnya yang lebih banyak dari biasanya.
Cara tersebut sebenarnya kurang efektif untuk mengubah anak menjadi pribadi yang lebih baik, karena ia akan membenci kebaikan karena diajadikan sebagai objek hukuman.
Baca Juga: Hukuman Bagi yang Melakukan Larangan Ihram
Memberikan Hukuman kepada Anak dengan Mencabut Kesenangannya Lebih Efektif
Hukuman seharusnya bisa membuat anak merasakan akibat dari kesalahannya secara langsung, yaitu bisa dengan cara mencabut kesenangannya.
Seperti, jika anak bermain game hingga lupa waktu dan melewatkan shalat maka orangtua bisa memberinya hukuman untuk tidak bermain game.
Konsep ini juga dibagikan oleh seorang ibu dan Pegiat Pendidikan Karakter Berbasis Fitra, Leni Rahayu.
Di laman instagramnya ia bercerita bahwa anak pertamanya bertengkar dengan Asisten Rumat Tangga di rumah. Ia memberi sanksi mencuci dan menyetrika pakaiannya sendiri.
“Tujuannya supaya dia tahu betapa nikmat hidup si anak sebelumnya. Ada pakaian yang selalu tersedia rapi dan wangi tanpa usaha,” tulis Leni.
Sejak mendapat sanksi anak tersebut harus mengurangi waktu liburnya. Setiap sabtu dia harus mencuci pakaian, dan tiap minggu ia harus menyetrikanya. Jika ia malas sedikit saja, risikonya tidak ada seragam sekolah yang bisa dipakai.
Leni juga bercerita bahwa pernah si anak sedang malas mencuci pakaiannya. Akibatnya ia harus menggunakan seragam sekolah yang telah dipakai di hari sebelumnya. Padahal, si anak adalah pribadi yang resik, bersih dan perfeksionis.
“Memakai pakaian yang sudah dia pakai aib buat dia. Tapi sejak kejadian itu dia tidak lagi menunda untuk menyelesaikan tanggungjawabnya,” lanjutnya.
Saat masa hukumannya sudah selesai, Leni menawarkan kepada si anak, “Bagaimna jika pakaiannya dicuci dan disetrika lagi?” Namun ternyat anaknya lebih memilih mencuci dan menyetrika pakaiannay sendiri. Baginya itu lebih baik daripada dia harus nurut dengan Asisten Rumah Tangga.
Leni lalu mengutip surah Hud ayat 9:
وَلَئِنْ أَذَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِنَّا رَحْمَةً ثُمَّ نَزَعْنَٰهَا مِنْهُ إِنَّهُۥ لَيَـُٔوسٌ كَفُورٌ
Artinya: Dan jika Kami rasakan kepada manusia suatu rahmat (nikmat) dari Kami, kemudian rahmat itu Kami cabut daripadanya, pastilah dia menjadi putus asa lagi tidak berterima kasih.
Konsep menghukum sebagaimana Allah firmankan yaitu dimulai dengan mencabut kenikmatan. Menghukum jangan sesuatu yang bersifat mengerjakan hal baik, karena dapat membuat anak membenci kebaikan.
[Ln]