MARI didik anak kita dengan cara membangun sikap syukur bersama anak. Ada sebuah tulisan dari pengelola Sekolah Anak Soleh, Novianti M.Pd. tentang syukur ini.
Baca Juga: Catatan Ustaz Fahmi Salim Terkait Sikap Menghadapi Perbedaan Ijtihad
Membangun Sikap Syukur bersama Anak
Allah memerintahkan hambaNya untuk bersyukur. Beberapa ayat dalam Al Qur’an dan hadits menjadi dalil, diantaranya:
“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.“ (QS. 2:152)
“Yang paling pandai bersyukur kepada Allah adalah orang yang paling pandai bersyukur kepada manusia.” (HR. Ath-Thabrani)
Dan masih banyak ayat dan hadits lain yang memerintahkan manusia untuk bersyukur.
Di dalam Kamus Bahasa Indonesia, bersyukur bermakna berterimakasih kepada Allah. Mengapa harus berterimakasih? Karena Allah sudah memberikan rezeki yang tak terukur kepada manusia.
Bersyukur meliputi 3 hal yaitu dengan niat, ucapan dan perbuatan. Niat artinya meyakini bahwa segala sesuatu yang kita terima adalah dari Allah.
Bersyukur dengan ucapan artinya selalu memuji Allah dan mengembalikan pujian manusia kepada Allah. Dengan perbuatan artinya menggunakan seluruh tubuh kita untuk hal hal yang Allah ridhai.
Orang yang bersyukur akan menjalani hidupnya dengan tenang dan bahagia. Tidak sedih melihat orang lain senang, dan tidak senang melihat orang lain sedih.
Membangun sikap syukur seyogyanya masuk dalam kurikulum pendidikan rumah dan sekolah. Karena sikap ini adalah salah satu dari yang Luqman perintahkan kepada anaknya.
‘Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS.31:12).
Inilah yang harus manusia pahami hakekat dari bersyukur. Orang yang bersyukur bukan untuk memberikan kemanfaatan kepada Allah, melainkan untuk dirinya sendiri.
Lalu bagaimana membangun sikap syukur pada anak? Apakah modelnya seperti ini:
1. Anak tidak mau makan masakan yang sudah dimasak ibu dengan perjuangan. Lalu ibu bilang, “Bersyukur.. orang lain ada yang tidak makan.”
2. Anak rusakkan mainan yang baru ayah belikan. “Astaghfirullah, ga ada syukurnya ini anak. Mulai besok, kamu tidak usah dibelikan mainan!”
Model yang begini, membuat capek dan banyak sakitnya
Sakit di hati, jelas.
Sakit di kepala, iya.
Sakit di dompet, bisa jadi.
Orang yang pandai bersyukur pastilah orang yang mengingat Allah. Oleh karenanya, membangun sikap syukur sebenarnya membangun hubungan manusia dengan Allah.
Karenanya, membangun syukur pada anak, erat kaitannya dengan membangun ketauhidan, mengenalkan keberadaan Allah pada anak.
Menurut Imam Al Ghazali, di tahap awal, kenalkan Allah dengan cara talqin, di mana anak sering mendengar kata Allah, Rasulullah, Alhamdulillah, Subhanallah dan kalimat lainnya meski anak belum memahaminya.
Ucapkan doa dalam setiap langkah. Kalimat-kalimat tersebut terekam dalam otak anak. Seiring dengan perkembangan kemampuan berfikir anak dan mulai banyak mengindra, bangunlah sikap syukur dengan pemahaman.
Pemahaman bisa dibangun dengan cara mengalirkan pengetahuan yang dapat menghubungkan antara benda-benda dengan Allah sebagai Maha Pencipta.
Orang tua dan guru dapat menyiapkan ragam kegiatan yang menyenangkan untuk membangun sikap syukur. Kegiatan yang menstimulasi panca indra, lalu diikat dengan pengetahuan dapat menguatkan pemahaman tentang syukur.
Misal saat anak bermain air, bisa katakan, “Air warnanya bening. Rasanya dingin. Air bermanfaat untuk manusia. Manusia menggunakan air untuk menghilangkan haus, membersihkan badan, menyiram tanaman. Alhamdulillah, Allah telah menciptakan air untuk kita. Allah sayang pada manusia.”
Tidak hanya lewat pengetahuan, sikap syukur pun bisa dibangun melalui pembiasaan.
Ajak anak untuk merapihkan mainan sebagai bentuk rasa syukur atas rezeki mainan yang Allah berikan. Klasifikasi alat main, menggunakan alat sesuai fungsi, mengucapkan alhamdulillah setelah melewati pengalaman main.
Islam mengajarkan untuk berdoa dalam setiap aktivitas. Perdengarkan doa sehari-hari dan ajak anak untuk melakukannya.
Kemudian selalu kaitkan akan kejadian yang anak alami dengan kasih sayang Allah. “Alhamdulillah, Allah memberikan rezeki sehingga ibu bisa membelikan pakaian.”
“Alhamdulillah, kita diberi kesehatan sehingga bisa ke sekolah.”
Menyediakan lingkungan yang diisi oleh nilai nilai ilahiah, lalu membangun pengetahuan, dan diwujudkan dalam pembiasaan yang konsisten akan menjadi pengalaman sangat bermakna bagi anak memahami sikap syukur.
Anak yang pandai bersyukur mengucapkan Alhamdulilah, hormat orang tua, akan merawat tubuh, menjaga lisan, makan sayur dan buah, membantu orang lain, beres-beres, sayang pada teman.
Ternyata membangun sikap syukur pada anak bukan ajaran yang “doktrinasi” seperti dengan mengatakan “Bersyukur dong jadi anak, Alhamdulillah dong, Harus makan kalau tidak nanti Allah marah karena tidak bersyukur!” Membangun sikap syukur dilakukan dengan membangun semua domain anak.
Indahnya suasana di rumah yang dipenuhi rasa syukur.
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Yuk.. bersyukur setiap hari, Alhamdulillah. [w/Cms]