MENJADIKAN anak agar matang di usia balig Ketika anak-anak tumbuh dan memasuki masa remaja, orangtua mulai merasa kehilangan anak-anaknya yang dulu lucu, imut, dan menggemaskan.
Tiba-tiba seperti ada jarak antara anak dan orangtuanya. Mereka sudah tidak mau dipeluk, ya paling tidak sudah tidak mau dipeluk di depan umum.
Mereka juga asyik dengan pergaulannya bersama teman-temannya. Sudah jarang mau ikut jika diajak Ayah Bundanya untuk menghadiri undangan kerabat atau sekedar jalan-jalan ke mall atau pasar.
Baca Juga: Pentingnya Menyiapkan Pendidikan Akil Baligh agar Anak Menjadi Insan Bertanggung Jawab
Menjadikan Anak agar Matang di Usia Akil Balig
Secara umum fase kehidupan di dalam Islam tidak dikenal istilah fase remaja. Islam mengenal empat fase, yaitu fase Bayi, thufulah (anak2), tamyiz (Bisa Membedakan), dan taklif atau masuk masa balig (Bertanggung jawab/akalnya telah sampai).
Oleh sebab itu, dengan demikian tidak dikenal istilah remaja dalam fase kehidupan Muslim. Begitu dia taklif (akil balig) dia telah bertanggung jawab sebagai seorang yang dewasa.
Namun dalam dunia psikologi praktis, ada fase remaja dengan segala cirinya. Pada fase ini, anak memasuki masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa.
Biasanya ada beberapa tugas perkembangan yang terlewatkan ketika sang remaja tersebut menginjak dewasa (taklif).
Contohnya, kemandirian dan tanggung jawab sudah harus matang pada masa remaja sehingga ketika dia masuk ke masa dewasa sudah tidak lagi gagap pada hal kemandirian dan tanggung jawab.
Pengajaran tentang kemandirian dan tanggung jawab ini sebenarnya sudah bisa dimulai sejak dini sesuai dengan tahapan usia masing-masing.
Cara mempersiapkan kemandirian dan sikap tanggung jawab bisa dimulai sejak balita. Misalnya ajarkan anak untuk membereskan mainannya.
Ketika usia sekolah, anak juga sudah harus terbiasa mandiri mengerjakan tugas-tugasnya seperti membereskan meja belajar, tempat tidur atau membantu pekerjaan rumah yang mudah.
Awalnya harus sering diperintah kemudian diingatkan lama kelamaan sudah menjadi kebiasaan. Jangan biarkan anak memasuki masa balig tanpa memahami tanggung jawabnya dan kewajibannya sendiri.
Hal penting lainnya yang harus diperhatikan adalah soal kematangan emosionalnya. Pada masa remaja, seharusnya kecerdasan emosional anak sudah matang.
Mereka sudah mampu mengutarakan pendapatnya dan mengekspresikan perasaannya dengan cara yang tepat.
Kematangan kecerdasan emosional dilakukan juga sejak dini. Sejak balita anak sudah diperkenalkan tentang beragam perasaan seperti gembira, sedih atau marah.
Mereka juga mulai mampu mengkomunikasikan perasaan mereka kepada Ayah Bunda, misalnya, “Ayah, aku sedang kesal.”
Kematangan kecerdasan emosional juga bisa membuat anak usia sekolah mampu memilah mana yang patut atau tidak patut, mana teman yang bisa menjadi sahabat mana yang tidak.
Untuk mencapai kematangan kecerdasan sosial tentunya tidak bisa dalam waktu singkat. Dibutuhkan pembiasaan sesuai tingkatan usia dan perhatian orangtua dalam memberikan motivasi dan pengajaran lewat keteladan, diskusi dan penjelasan terus menerus.
[MAY/Cms]