SEBUAH kisah menarik datang dari juraij dan doa ibunya. Seperti diketahui, doa orangtua sangat berpengaruh pada kehidupan anak.
Orangtua dianjurkan untuk senantiasa mengeluarkan kalimat-kalimat yang baik untuk anaknya karena doa orangtua termasuk ke dalam tiga jenis doa yang mustajab.
“Tiga doa yang mustajab yang tidak diragukan lagi yaitu doa orang yang dizholimi, doa orang yang bepergian (safar) dan doa baik orang tua pada anaknya.” (HR. Ibnu Majah). Riwayat ini menyebutkan bahwa doa baik orang tua pada anaknya termasuk doa yang mustajab.
Baca Juga: Kisah Ibu dan Anak yang Terjun di Medan Perang Melindungi Rasulullah
Kisah Juraij dan Doa Ibunya
Imam Bukhari dalam kitab Al Adabul Mufrod beberapa riwayat mengenai doa orang tua. Di antara riwayat tersbeut, Abu Hurairah berkata, ”Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,
“Ada tiga jenis doa yang mustajab (terkabul), tidak diragukan lagi, yaitu doa orang yang dizalimi, doa orang yang bepergian dan doa kejelekan kedua orang tua kepada anaknya.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 32)
Hadits ini menunjukkan bahwa doa jelek orangtua pada anaknya pun termasuk doa yang mustajab. Hal itu dibuktikan dalam kisah Juraij berikut ini.
Kisah ini menunjukkan bahwa doa jelek ibunya pada Juraij terkabul. Kisah ini dibawakan pula oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod.
Abu Hurairah berkata, ”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Tidak ada bayi yang dapat berbicara dalam buaian kecuali Isa bin Maryam dan Juraij.”
Lalu ada yang bertanya, ”Wahai Rasulullah siapakah Juraij?” Beliau lalu bersabda, ”Juraij adalah seorang rahib yang berdiam diri pada rumah peribadatannya (yang terletak di dataran tinggi/gunung).
Terdapat seorang penggembala yang menggembalakan sapinya di lereng gunung tempat peribadatannya dan seorang wanita dari suatu desa menemui penggembala itu (untuk berbuat mesum dengannya).”
(Suatu ketika) datanglah ibu Juraij dan memanggilnya ketika ia sedang melaksanakan shalat, ”Wahai Juraij.” Juraij lalu bertanya dalam hatinya, ”Apakah aku harus memenuhi panggilan ibuku atau meneruskan shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya.
Ibunya lalu memanggil untuk yang kedua kalinya. Juraij kembali bertanya di dalam hati, ”Ibuku atau shalatku?” Rupanya dia mengutamakan shalatnya. Ibunya memanggil untuk kali ketiga. Juraij bertanya lagi dalam hatinya, ”lbuku atau shalatku?”
Rupanya dia tetap mengutamakan shalatnya. Ketika sudah tidak menjawab panggilan, ibunya berkata, “Semoga Allah tidak mewafatkanmu, wahai Juraij sampai wajahmu dipertontonkan di depan para pelacur?” Lalu ibunya pun pergi meninggalkannya.
Wanita yang menemui penggembala tadi dibawa menghadap raja dalam keadaan telah melahirkan seorang anak. Raja itu bertanya kepada wanita tersebut, ”Hasil dari (hubungan dengan) siapa (anak ini)?” “Dari Juraij?” jawab wanita itu. Raja lalu bertanya lagi, “Apakah dia yang tinggal di tempat peribadatan itu?” “Benar,” jawab wanita itu. Raja berkata, ”Hancurkan rumah peribadatannya dan bawa dia kemari.”
Orang-orang lalu menghancurkan tempat peribadatannya dengan kapak sampai rata dan mengikatkan tangannya di lehernya dengan tali lalu membawanya menghadap raja.
Di tengah perjalanan Juraij dilewatkan di hadapan para pelacur. Ketika melihatnya Juraij tersenyum dan para pelacur tersebut melihat Juraij yang berada di antara manusia.
Raja lalu bertanya padanya, “Siapa ini menurutmu?” Juraij balik bertanya, “Siapa yang engkau maksud?” Raja berkata, “Dia (wanita tadi) berkata bahwa anaknya adalah hasil hubungan denganmu.” Juraij bertanya, “Apakah engkau telah berkata begitu?” “Benar,” jawab wanita itu. Juraij lalu bertanya, ”Di mana bayi itu?” Orang-orang lalu menjawab, “(Itu) di pangkuan (ibu)nya.”
Juraij lalu menemuinya dan bertanya pada bayi itu, ”Siapa ayahmu?” Bayi itu menjawab, “Ayahku si penggembala sapi.”
Kontan sang raja berkata, “Apakah perlu kami bangun kembali rumah ibadahmu dengan bahan dari emas.” Juraij menjawab, “Tidak perlu.” “Ataukah dari perak?” lanjut sang raja. “Jangan,” jawab Juraij.
“Lalu dari apa kami akan bangun rumah ibadahmu?” tanya sang raja. Juraij menjawab, “Bangunlah seperti semula.”
Raja lalu bertanya, “Mengapa engkau tersenyum?” Juraij menjawab, “(Saya tertawa) karena suatu perkara yang telah aku ketahui, yaitu terkabulnya doa ibuku terhadap diriku.”
Kemudian Juraij pun memberitahukan hal itu kepada mereka.” (Diriwayatkan oleh Al Bukhari dalam Al Adabul Mufrod no. 33)
Dari kisah yang diceritakan Rasulullah saw kita mendapatkan pelajaran bahwa sungguh amat berbahaya jika yang keluar dari lisan orangtua adalah doa jelek pada anaknya sendiri.
Doa seperti itu bisa terkabul sebagaimana dapat kita lihat dalam kisah Juraij di atas. Sebaiknya orangtua selalu mengatakan kalimat yang baik dan selalu mendoakan anaknya agar selalu dalam kebaikan.
Bahkan ketika marah karena kenakalan anaknya, hendaklah orangtua bisa menahan amarahnya dan tetap mengeluarkan kalimat yang berisi kebaikan.
Selalu mengingat setiap perkataan orangtua kepada anaknya adalah doa. Dan kita pun akan berhati-hati mengeluarkan kata untuk ananda. (MAY/Cms]