KENALI gejala depresi agar tak terjadi lagi ibu menghilangkan nyawa anaknya di negeri ini. Miris ya, Sahabat Muslim, ketika mendengar berita seorang ibu yang tega menyakiti ketiga anaknya.
Dosen Psikologi Universitas Mercu Buana Hifizah Nur, S.Psi., M.Ed. mengatakan bahwa menurut penelitian, dari 96 kasus pembunuhan anak di Jepang, saat seorang ibu membunuh anaknya, mungkin dipengaruhi oleh banyak faktor dan dihadapkan pada berbagai masalah berdasarkan tahap perkembangan anak.
Kasus pembunuhan anak dikategorikan menjadi 4 macam:
1- Ibu yang membunuh anak saat masih dalam kandungan (neotasida)
2- Ibu yang membunuh bayi sebelum usia 1 tahun
3- Ibu yang membunuh anak prasekoah
4- Ibu yang membunuh anak sekolah atau yang sudah remaja
Hifizah Nur atau akrab disapa Fifi lebih lanjut menjelaskan bahwa dalam kasus Neonatisida (membunuh bayi yang masih di dalam kandungan), kasus lebih tinggi terjadi pada ibu yang tidak menikah ketimbang yang menikah.
“Kasus neonatisida disebabkan karena beberapa hal, misalnya pada ibu yang tidak menikah secara signifikan lebih tinggi dari yang menikah,” jelasnya kepada ChanelMuslim, Selasa (5/4/2022).
Selain itu, ada pula faktor kesulitan keuangan, adanya penyakit mental, dan pengakuan tidak menginginkan anak haram.
Sementara itu, untuk kelompok kedua, ibu yang membunuh bayi sebelum usia satu tahun, gangguan mental sering terjadi, khususnya, depresi pascamelahirkan adalah penyebab utama pembunuhan bayi.
“Untuk dua kelompok kasus yang melibatkan seorang anak yang berusia lebih dari satu tahun, lebih dipengaruhi oleh faktor-faktor tidak langsung seperti masalah kesehatan anak atau perselisihan perkawinan yang parah,” tambah Fifi yang juga Ketua Hikari Parenting School itu.
Masalah-masalah tersebut kemudian dapat menyebabkan gangguan mental reaktif di antara ibu-ibu ini.
“Risiko terjadi kekerasan yang fatal atau penelantaran lebih tinggi untuk anak-anak prasekolah yang cacat,” katanya.
Baca Juga: Kenali Stres dan Coping Stress yang Tepat agar Terhindar dari Depresi
Kenali Gejala Depresi agar Tak Terjadi Lagi Ibu Menghilangkan Nyawa Anaknya
Selanjutnya, mengenai depresi pasca melahirkan, Fifi menjelaskan hal itu bisa terjadi pada 6 minggu pertama saat melahirkan.
Gejalanya ditandai dengan emosi negatif yang tidak kunjung berhenti, sulit berkonsentrasi, sulit untuk fokus dan kesulitan melakukan sesuatu yang sebelumnya biasa dilakukan.
“Kalau dari kisah penyintas depresi pasca melahirkan, pada minggu awal, mereka merasa senang melihat dan mengurus bayi, lalu setelah 2/3 pekan merasa biasa saja, tidak terlalu antusias lagi, baru setelah itu merasa sebagai ibu yang tidak baik, tidak berguna,” ungkapnya.
Gejala-gejala depresi lain yang bisa terjadi misalnya rasa sedih yang terus menerus, negative thinking, pikiran yang autopilot, bekerja terus tanpa bisa dikontrol oleh sang ibu.
“Kalau tidak cepat ditangani akan muncul gejala psikosis (hilang kontak dengan kenyataan, mengalami delusi atau halusinasi),” jelasnya.
Ia melanjutkan, jika dalam 3 bulan seorang ibu mengalami hal tersebut, ia harus dibawa ke psikiater.
“Kalau 3 bulan sudah mengalami ini, harus sudah ke psikiater, dan harus dibantu obat untuk mengontrol kerja otak yang over,” sarannya.
Pasalnya, jika tidak segera ditangani, depresi yang dialami akan semakin parah.
“Kalau makin parah, harus mendapatkan perawatan,” jelasnya.
Depresi bisa terjadi karena faktor internal dan eksternal. Misalnya genetik dan banyak faktor stressor lain yang tidak sanggup ditahan oleh sang ibu.
“Jadi memang support system untuk ibu yang memiliki anak itu sangat penting. Seorang suami yang harus atau wajib membuat sang istri selalu bahagia, minimal menghargai dan memuji kerja kerasnya mengurus rumah
atau menyediakan asisten untuk membantu tugas-tugas istri,” lanjut Fifi.
Jika seorang suami tidak dapat memberikan dukungan secara langsung, pastikan seorang ibu mendapat support system dari keluarga besar, teman, dan lingkungan sekitarnya.
“Kalau tidak bisa, berarti support system dari keluarga besar, teman dan masyarakat sekitarnya yang perlu sering-sering memperhatikan kondisi ibu yang baru melahirkan atau ibu yang punya banyak anak balita,” kata penulis e-book Belajar dari Alam itu.
Terkait kasus ibu menggorok 3 anak di Brebes, Jawa Tengah, Fifi menanggapi bahwa kemungkinan besar, depresi sang ibu merupakan akumulasi bertahun-tahun.
“Kalau dari kasus pembunuhan yang bikin geger itu, anak-anaknya sudah cukup besar ya, jadi mungkin tekanan yang terjadi pada ibu sudah lama sekali terjadinya, dan tidak ada orang yang sadar (aware) dengan keanehan perilaku sang ibu,” tambahnya.
Meskipun demikian, ia tetap menyarankan agar sang ibu dapat diperiksa secara mendalam, baik lewat psikiater atau psikolog klinis.[ind]