ChanelMuslim.com – Akhir pekan kemarin, sejak tanggal 9 hingga 11 November Hall JCC ramai oleh anak-anak muda. Yang laki-laki bercelana ngatung dan berbaju koko atau kaos-kaos distro Islami. Yang perempuan berhijab dari yang pendek hingga lebar dan berniqab. Pada hari ketiga, peserta Hijrah Fest 2018 membludak hingga 12 ribu orang.
Hijrah Fest 2018 di prakarsai oleh artis Arie Untung bersama teman-teman artis lainnya yang tergabung di dalam Kajian Musawarah. Sebut saja mereka Tengku wisnu, Dude Herlino, Mario, Irwinsyah, Ricky Harun dan Dimas Seto beserta istri mereka.
"Ini sebenarnya ide teman-teman dari komunitas ingin membuat sesuatu yang banyak pertanyaan kapan nih bisa ngaji bareng sama yang bukan public figure akhirnya tercetuslah ide ini untuk bisa sama-sama ngaji biar saling mengenal dengan para komunitas dari berbagai daerah," kata Arie Untung di sela-sela acara Hijrah Fest 2018 di JHCC, Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (9/11/2018) seperti yang dikutip Liputan6.com.
Dalam acara ini, sejumlah selebritas juga berbagi pengalaman hijrah kepada para pengunjung serta tausiah dari para ulama dan ustadz ternama seperti KH. Bachtiar Nasir, KH. Abdullah Gymnastiar, Ust. Abdul Somad, Ust. Adi Hidayat, Ust. Hanan Attaki, Ust. Fatih karim, ust. Felix Siauw, Ust. Oemar Mita, Ust. Salim A Fillah.
Konsep Hijrah fest 2018 yang berupa acara ngaji bareng ini, tergolong konsep baru dalam dunia dakwah di Indonesia. Jika pada tahun 80-an sampa 90-an, kajian semodel hanya berada dalam komunitas-komunitas kecil yang biasa disebut halaqah. Mereka bergerak di dalam kampus-kampus dengan target dakwahnya para mahasiswa yang kemudian melahirkan ADK, aktifis dakwah kampus. Para mentornya pun tidak jarang berasal dari kakak kelas atau para alumni fakultas. Mereka membimbing 10-15 yuniornya.
Berbeda dengan gaya dakwah milenial. Sejalan dengan berkembangnya dunia digital, materi-materi kajian bisa didapat dari mana saja. Kita bisa duduk di rumah mengikuti kajian Ust. Adi hidayat via chanel youtube Akhyar TV. Kita juga bisa mengaji via facebook dan instagram. Kegiatan ngaji digital ini kemudian memancing orang untuk hadir dalam majelis-majelis para ustadz. Bagaimana pun mengaji bertatap muka dengan para ustadz menjadi kebutuhan sendiri. Para jamaah pun memiliki ikatan hati dengan para ustadz.
Dampaknya kemudian, datang mengaji ke majelis-majelis bukan lagi suatu kegiatan yang tidak biasa. Datang ke kajian islam menjadi sebuah kebutuhan. Ketika islam diterangkan oleh para ustadz yang memang memahami bidangnya misalnya kajian tafsir, fiqh atau syariat, umat Islam semakin memahami Islam yang sebenarnya. Mereka pun mulai menjalani aturan Islam dalam kehidupan sehari-hari. Islam menjadi sebuah trend gaya hidup bagi generasi milenial.
Dalam gaya dakwah generasi milenial, celana ngatung dan niqab pun tidak lagi identik dengan terorisme. Kita masih ingat peristiwa-peristiwa pemboman yang pelaku-pelakunya teridentifikasi mengenakan niqab atau cadar. Akibatnya banyak tudingan miring pada para akhwat berniqab. Tudingan ini disikapi dengan aksi solidaritas memeluk para Niqaber. Aksi ini mengundang simpati masyarakat, tidak hanya dari kalang muslim namun juga dari non muslim.
Belum lagi maraknya kebiasaan berdekatan dengan al qur’an. Kampanye one day one juz atau one day one surah. Juga kampanye membaca surat al Kahfi di hari jumat. Anak-anak muda berlomba menghafal al qur’an. Kebanyakan mereka adalah mahasiswa atau pelajar berprestasi di kampus dan sekolahnya. Menjadi sesuatu yang biasa ketika orangtua bersedia menjadi makmun dari anak muda yang hafidz al qur’an.
Perkembangan dunia digital hanyalah sebuah fase yang harus kita hadapi. Jika kemaksiatan memanfaatkannya untuk menyebarkan segala keburukan, umat Islam setidaknya harus mampu mengimbangi gerak laju kemaksiatan. Syukur-syukur bisa lebih jauh di depan. In syaa Allah. (MAY)