UJIAN sepanjang masa dari tiga ‘ta’: harta, tahta, dan wanita. Dramanya tidak pernah berakhir hingga zaman tutup halaman.
Hidup itu hakikatnya memang ujian. Tak seorang pun yang merasakan hidup kecuali akan merasakan ujian. Hanya jenisnya saja yang berbeda.
Dari berbagai jenis ujian, ada tiga ‘ta’ yang iramanya terus berulang. Yaitu harta, tahta, dan wanita.
Di banding ujian hidup yang lain, tiga ‘ta’ ini sangat super. Karena cakupannya tidak individual atau orang per orang. Melainkan melibatkan begitu banyak individu, bahkan sebuah sebuah negara.
Al-Qur’an menyodorkan pelajaran besar dari tiga kasus ujian ‘ta’ ini. Meskipun varian sejenisnya juga banyak. Yaitu, ujian tentang Qarun yang hidup di masa Nabi Musa alaihissalam. Ujian tentang Firaun yang juga hidup di masa yang sama.
Untuk ujian wanita, bahkan Al-Qur’an mengisahkannya dalam satu surah tersendiri, pada bagian awalnya. Yaitu, pada Surah Yusuf dengan tokoh utamanya seorang Nabi mulia, yaitu Nabi Yusuf alaihissalam.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “…Jauhilah fitnah dunia dan fitnah wanita. Sesungguhnya fitnah pertama kali di kalangan Bani Israil adalah masalah wanita.” (HR. Muslim)
Tentang fitnah harta dan tahta, sejarah mencatat bahwa berakhirnya kepemimpinan Khulafaur Rasyidin adalah munculnya ambisi di dua hal itu.
Hal ini diawali dengan pembunuhan dua pemuda sholeh yang paling dicintai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Yaitu, cucu kesayangan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam: Hasan dan Husain radhiyallahu ‘anhuma.
Selanjutnya, kepemimpinan Khalifah Islam sebagian besarnya hanya berputar dari satu ambisi ke ambisi di dua hal tadi. Dari dinasti Umayyah, Abasiyah, hingga Utsmaniyah.
Meskipun di antara mereka terdapat tokoh-tokoh mulia. Antara lain, Umar bin Abdul Aziz di Dinasti Umayyah, Harun Ar-Rasyid di Dinasti Abasiyah, dan Muhammad Al-Fatih di Dinasti Utsmaniyah. Tentu masih banyak lagi yang tidak tertulis di sini.
Dalam sebuah catatan sejarah Islam, dua sosok pemuda mulia terpisah dalam dua kubu yang saling berperang. Yaitu, Hasan bin Ali yang juga cucu Rasulullah dengan Abdullah bin Amru bin Ash radhiyallahu ‘anhum.
Hasan bin Ali berada di satu kubu ayahnya, Ali bin Abi Thalib. Sementara Abdullah bin Amru berada di kubu ayahnya, Amru bin ‘Ash. Keduanya menangis saat berjumpa di sebuah kesempatan.
Generasi para sahabat yang mulia mengalami fitnah besar bukan karena diserang musuh. Tapi karena terperangkap dalam fitnah harta dan tahta.
Setelah itu, kekhalifahan Islam tidak lagi dipandu dalam sunah hasanah Khulafaur Rasyidin: Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali radhiyallahu ‘anhum. Tapi ‘mengalir’ dalam arus ambisi kelompok, karena ikatan suku atau keluarga besar. Jadilah mereka seperti kerajaan-kerajaan umumnya.
Begitu pula kita di akhir zaman ini. Kehancuran dan kelumpuhan berbagai kekuatan organisasi Islam bukan karena serangan musuh. Tapi karena buaian harta dan tahta.
Namun begitu, di balik dahsyatnya ujian tiga ‘ta’ itu, peluang kebaikannya pun tak kalah hebatnya. Dari tiga itu orang bisa dengan mudah masuk surga. Di situlah seni pertarungan ujian hidup.
Tentang peluang harta, Allah subhanahu wata’ala mendahulukan menyebut jihad dengan melalui harta. Dan itu berarti ada keutamaan besar dari kekuatan harta.
Begitu pun dengan tahta. Di antara mereka yang kelak akan mendapatkan naungan di hari Kiamat adalah imam yang adil. Dan betapa berkahnya pahala di tangan seorang imam yang adil ini.
Tentang wanita, tidak ada manusia umumnya yang paling dimuliakan Allah di muka bumi ini, selain seorang ibu.
Di tangan ibu, Allah subhanahu wata’ala mengamanahkan beban berat kehidupan: hamil, melahirkan, dan menyusui. Tanpa peran ibu, umat manusia hanya tinggal cerita. [Mh]