ANAK adalah cerminan ayah ibunya. Bagaimana jika anak tak ingin seperti ayah dan ibu.
Si Raja Hutan begitu digjaya. Dalam hutan kekuasaannya, tak satu pun hewan pengganggu berani menyusup masuk.
Ia memang bukan singa biasa. Meski sebagai raja hutan, sang singa tetap saja sebagai anggota keluarga. Ia punya pasangan dan anak-anak.
Karena terbiasa dilayani di luar rumah, di dalam rumah pun si raja hutan kerap manja untuk dilayani. Ia ingin disediakan makanan yang lezat, minuman yang segar, dan tempat istirahat yang nyaman.
Istrinya begitu sibuk kalau si raja hutan ada di rumah. Begitu pun dengan anak-anaknya. Karena mereka juga ikut melayani ayahnya supaya tinggal nyaman di rumah.
Mereka berbagi tugas untuk menyediakan makanan, membersihkan ruangan, dan menjaga ketenangan selama sang ayah ada di rumah.
Suatu kali, si raja hutan memperhatikan sulungnya. Rasanya, pantas juga kalau si sulung dipersiapkan untuk menggantikannya sebagai raja.
“Nak, apa kamu mau menjadi raja seperti ayah kelak?” ucap sang raja hutan kepada si sulung.
Ia membayangkan kalau si sulung akan bersemangat menjawab ‘ya’. Tapi, jangankan menjawab ‘ya’, merespon pertanyaan ayahnya saja kurang tertarik.
“Bagaimana, Nak?” tanya sang raja hutan lagi.
“Aku tak mau jadi apa-apa. Aku hanya mau membantu ibu,” jawab si sulung di luar perkiraan ayahnya.
“Kenapa?” tanya si raja hutan lagi begitu terheran.
“Cukup ayah saja yang sudah bikin repot ibu dan anggota keluarga lain. Jangan ditambahkan lagi aku!” ungkap si sulung menyentak kesadaran ayahnya.
Rupanya si sulung tidak melihat posisi raja hutan sebagai sesuatu yang wah. Yang ia tahu, raja hutan itu ayahnya yang selalu merepotkan keluarga untuk minta dilayani.
**
Berhati-hatilah mencerminkan diri di hadapan anak-anak. Mereka tidak melihat apa profesi dan kemuliaan di balik profesi kita. Yang mereka lihat adalah sosok kita sehari-hari di hadapan mereka.
Jangan heran jika anak-anak kita tak ingin menjadi dokter, guru, wartawan, pejabat, bahkan ustaz atau ustazah sekali pun seperti yang digeluti ayah ibu mereka. Mereka tidak melihat kemuliaan di balik profesi itu. Yang mereka lihat adalah sosok kita sehari-hari seperti apa. [Mh]