CERMIN itu memantulkan bayangan diri sendiri apa adanya. Cermin yang kotor menghambat bayangan menjadi tak jelas.
Setiap hari kita diperlihatkan berbagai peristiwa. Ada yang baik dan tidak sedikit yang buruk. Ada yang hal besar seperti urusan negara, ada pula tentang pergaulan keluarga dan individu.
Peristiwa-peristiwa itu biasanya tampil tidak begitu saja, kemudian hilang. Tapi, ada urutannya. Mulai dari sebab musabab, hingga dampaknya.
Misalnya kasus korupsi pejabat. Terlihatlah betapa seseorang yang sebelumnya terhormat dan dijadikan panutan banyak orang, tapi akhirnya dijauhi dan dihinakan.
Ada juga pasangan suami istri yang tampak begitu bahagia: harta yang berlimpah, anak-anak yang sehat, pasangan yang ideal, dan seterusnya. Tapi, berakhir dengan perceraian.
Begitu pun dengan peristiwa musibah yang di luar perkiraan manusia. Ada yang pagi harinya berangkat dengan sehat wal afiat, tapi di tengah jalan mengalami kecelakaan, musibah banjir, dan lainnya.
Semua peristiwa itu tentu bukan sekadar tontonan biasa. Tapi bisa memberikan hikmah atau pelajaran berharga.
Masalahnya, bagaimana hati kita mengolahnya sehingga seperti cermin untuk empunya. Karena tidak sedikit yang biasa-biasa saja dengan peristiwa haru, sedih, miris, dan seterusnya.
Di sinilah hati yang bisa mengolah peristiwa itu, apakah bisa menjadi pelajaran atau sekadar peristiwa biasa yang datang dan pergi.
Seorang mukmin tentu tidak mengabaikan hikmah di balik peristiwa yang terlihat. Karena Allah memerintahkan agar kita bisa mengambil ibroh atau pelajaran: fa’tabiruu ya ulil abshaar.
Ketika didapati misalnya kasus kriminalitas, hal ini menjadi sinyal kuat bahwa kita harus lebih banyak lagi berbagi dengan tetangga. Terutama buat mereka yang sangat berkecukupan.
Karena kriminalitas terjadi tidak selalu karena profesi. Ada juga yang karena keterpaksaan akibat himpitan ekonomi yang tak ada solusi.
Begitu pun ketika terjadi peristiwa rumah tangga yang akhirnya menjadi tontonan, seperti kasus KDRT. Hal ini menjadi pelajaran betapa tidak ada pihak suami atau istri yang ingin menjadi korban. Dan rumah tangga adalah simbol bangunan cinta, bukan penjara untuk penyiksaan.
Allah subhanahu wata’ala berfirman, “…Siapa yang beriman kepada Allah, maka Allah akan memberikan hidayah (petunjuk) kepada hatinya.” (QS. At-Taghabun: 11)
Jadi, ada yang bergerak seiring dan sejalan dalam diri seorang mukmin. Semakin bagus imannya, maka akan semakin jernih hatinya. Dan hati yang jernih itulah yang begitu mudah menampakkan ‘wajah’ empunya melalui pantulan peristiwa yang terjadi.
Tingkatkan dan perbagus iman kita, niscaya akan semakin jernih cermin hati kita. [Mh]