TULUS itu syarat utama agar pemberian bisa bernilai di sisi Allah. Tapi, tulus saja ternyata tidak cukup.
Allah subhanahu wata’ala Maha Pemurah dan Penyayang. Semua yang ada di alam raya ini diperuntukkan untuk manusia. Tapi, tetap saja, masih ada yang menyangkal kemurahan Allah.
Perhatikanlah ketika hujan tercurah. Bumi yang sebelumnya panas dan gersang sontak menjadi sejuk dan gembur. Pepohonan pun kembali hijau segar.
Allah subhanahu wata’ala menurunkan hujan agar manusia tidak kepanasan, agar manusia bisa menanam dan menikmati hasil panen.
Namun apa reaksi sebagian orang? “Aduh, gara-gara hujan, cari rezeki jadi susah!” “Gara-gara hujan, semua rencana jadi berantakan!”
Tidak ada yang lebih pemurah dari Allah subhanahu wata’ala. Tidak ada yang cintanya melebihi cinta Allah kepada hamba-hambaNya. Tapi, tetap saja, orang masih salah paham.
Begitu pun dengan kita. Ada satu pihak yang begitu tulus memberi yang ia punya. Tapi yang menerima masih tetap menganggapnya kurang.
Contoh, siapa yang menyangkal ketulusan ayah ibu dalam memberi kepada anak-anaknya. Tak ada harapan pamrih. Segala yang dimiliki ayah ibu seperti tak ada lagi yang tersisa.
Adakah apresiasi yang pantas dari ketulusan ayah ibu itu? Rasanya, tidak sedikit anak-anak mereka yang menganggapnya hal biasa. Bahkan, tetap merasa kurang.
Di luar itu, ada hubungan suami istri yang terikat cinta. Ada hubungan persaudaraan dalam pergaulan. Ada hubungan kebersamaan dalam komunitas.
Mungkin saja, ketulusan telah disertakan dalam setiap pemberian. Tapi, selalu ada yang merasa pemberian masih terasa kurang.
Ternyata, ketulusan saja masih belum cukup untuk menjadikan sebuah pemberian serasa sempurna. Karena yang menerima adalah anak manusia yang selalu merasa tidak cukup.
Perlu ada sikap lain yang mengiringi ketulusan di setiap pemberian. Yaitu, kesabaran yang tanpa batas.
Kesabaran menunjukkan stamina ketulusan tanpa ada batas. Apa pun reaksi yang menerima, kesabaran membimbing langkah sebuah pemberian menjadi tetap stabil.
Allah subhanahu wata’ala seperti tidak peduli dengan reaksi apa pun dari hamba-hambaNya. Ungkapan cinta-Nya selalu berlimpah tanpa batas.
Apa pun reaksi orang-orang tentang hujan, selama ada hamba-hambaNya yang Ia cintai di bumi ini, hujan akan terus tercurah melimpah.
“…Kalau saja bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya hujan tidak akan pernah turun…” (HR. Ibnu Majah)
Jadi, bersabarlah dalam ketulusan. Kebaikan yang tulus tidak akan pernah pudar karena reaksi negatif dari para penerimanya. [Mh]