ANDALUS diintai musuh. Negeri muslim yang berada di selatan Spanyol saat ini tersebut menjadi incaran penguasa non muslim.
Suatu hari, seorang mata-mata musuh mengintai keadaan negeri Andalus. Ia mengumpulkan sebanyak mungkin informasi tentang Andalus.
Informasi itu dibutuhkan sebagai jawaban dari ‘apakah sudah saatnya menyerang Andalus?’
Sang mata-mata berbaur dengan rakyat umumnya. Hingga ia bertemu dengan seorang anak kecil yang menangis.
“Kenapa kamu menangis, Nak?” tanya sang mata-mata.
“Aku menangis karena anak panahku meleset dari titik sasaran,” ucapnya sambil berlinang air mata.
“Kenapa harus menangis, kan kamu bisa memanahnya lagi agar bisa tepat sasaran,” kata si mata-mata menenangkan.
“Kalau sasaran yang aku panah itu musuhku, apa mungkin ia memberikanku kesempatan yang kedua kalinya?” sergah sang anak hingga membuat sang mata-mata terperanjat.
Sang mata-mata membayangkan, kalau anak seusia ini saja sudah begitu serius mengasah keterampilan dalam melawan musuh, bagaimana dengan yang dewasanya.
Ia pun akhirnya menyimpulkan pesan ke rajanya agar menunda serangan ke Andalus. Keadaan masih jauh dari memungkinkan.
Beberapa periode kemudian, penguasa musuh mengirim lagi mata-mata ke Andalus. Pesannya sama: apakah sudah saatnya menyerang Andalus.
Sang mata-mata berbaur dengan masyarakat Andalus. Ia mendapati dua orang yang kecewa. Satu orang kecewa karena menilai pemimpinnya tak lagi adil. Satunya lagi yang menangis karena ditinggal sendiri oleh sang kekasih pujaan.
Temuan itu dengan jenius disimpulkan oleh mata-mata bahwa Andalus sedang lemah. Fakta pertama karena rakyat sudah tidak suka dengan pemimpinnya. Dan fakta kedua, rakyat menganggap penting hal-hal yang sepele.
Atas informasi ini, musuh pun menyerang Andalus habis-habisan. Dan hasilnya memang seperti yang diperkirakan. Andalus hancur di tangan musuh.
**
Pada tahun 711 masehi, seorang panglima muslim dari Kekhalifahan Umayyah berhasil menaklukkan Andalus. Namanya Thariq bin Ziyad.
Sejak penaklukan ini, Islam pun berkembang pesat di Andalus. Tidak tanggung-tanggung, Islam berkuasa di Andalus hingga tujuh abad, atau 700 tahun.
Namun pada abad ke 12 dan 13, kekuasaan Islam terpecah menjadi negeri-negeri kecil. Dan masing-masing negeri tidak dalam satu komando alias berpecah belah.
Puncaknya, pada tahun 1492, Sultan Muhammad XII menyerah sepenuhnya ke Kerajaan Katolik Spanyol yang dipimpin Fernando II dari Aragon. Pembantaian dan pengusiran terhadap umat Islam di Andalus pun tak terelakkan.
**
Kekuasaan dan peradaban Islam selama tujuh ratus tahun di Andalus terhapus hanya dalam beberapa saat saja. Saat ini, nama Andalus memang masih ada dan menjadi bagian dari provinsi Spanyol. Tapi isinya sudah sangat jauh berbeda dari yang dulu.
Irama kehancuran selalu berulang. Penyebabnya bukan karena musuh kuat. Tapi karena umat Islam lemah.
Tanda-tanda kelemahan itu mudah dibaca: adanya perpecahan, dan mementingkan hal yang sangat sepele.
Kini pelajaran itu kembali ke kita saat ini. Apakah kita tidak sedang berpecah, dan apakah kita tidak sedang terbuai dengan hal-hal yang sepele. [Mh]