KERAGUAN membuat yang jelas menjadi samar, yang pasti menjadi was-was, yang terang menjadi buram. Setan ada di balik keraguan.
Ada sebagian orang yang mudah dipermainkan keraguan. Keraguan membuatnya terombang-ambing antara ya dan tidak.
Misalnya, ada yang bolak-balik mengambil air wudhu. Ia kerap ragu apa sudah batal karena ‘buang angin’ atau belum.
Ada juga yang sering ragu, apa yang datang melamar ini jodohnya atau bukan. Ia pun sulit memberikan jawaban: ya atau tidak.
Mungkin, masih banyak contoh lain. Pendek kata, keraguan membuat orang menjadi sulit mengambil keputusan. Ia seperti selalu berada dalam serba salah.
Keraguan itu bisa dibilang sebagai was-was. Kata ini berasal dari firman Allah subhanahu wata’ala dalam Surah An-Nas.
Allah berfirman, “Katakanlah aku berlindung dengan Rabb manusia. Penguasa manusia. Sembahan manusia. Dari kejahatan (bisikan) setan yang bersembunyi. Yang membisikkan (kejahatan) kedalam dada manusia. Dari (golongan) jin dan manusia.”
Tentang kasus keraguan wudhu tadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan untuk tidak ragu.
“Jika di antara kalian ketika shalat merasakan ada yang bergerak dalam duburnya seperti berhadas atau tidak dan ia ragu, maka janganlah dibatalkan shalatnya. Hingga, ia mendengar suara atau mencium bau.” (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Baihaqi)
Keraguan tentang batal atau tidak dalam kasus ini menjadikan seseorang merasa tidak jelas dalam shalatnya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan dua ‘patok’ kejelasan: bunyi dan bau.
Kalau tidak ada bunyi dan bau, maka jangan diombang-ambing keraguan. Karena di situlah setan mempermainkan kita.
Begitu pun tentang keraguan jodoh. Cukup dengan melakukan shalat istikharah. Maka insya Allah akan ada ketenangan dalam mengambil keputusan.
Tapi, kadang orang kurang tepat memahami shalat istikharah. Shalat sunnah ini bukan ujung dari jawaban keraguan. Justru awal dari kepastian.
Artinya, pastikan dulu, sesuai aturan syariat Islam tentang calon jodoh, apakah diterima atau tidak. Untuk mendukung keputusan yang sudah sesuai syariat tentang calon itu, diperkuat dengan shalat istikharah.
Bukan sebaliknya, ketika dalam keragu-raguan, kita melaksanakan shalat istikharah. Kalau sesuatu diawali dengan keraguan akan sulit memperoleh kepastian. Karena persoalannya ada dalam diri kita sendiri.
Jadi, ambil keputusan sesuai ketentuan syariat tentang kejelasan sesuatu. Dan setelah itu, jangan mau diombang-ambing keraguan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tinggalkanlah yang meragukanmu, lalu ambillah yang tidak meragukanmu.” (HR. Tirmidzi) [Mh]