JANGAN pernah membawa pulang ‘sampah’. Biarkan rumah selalu bersih: fisik maupun batin.
Sudah menjadi kebiasaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat jika pulang dari jihad tidak langsung ke rumah. Nabi dan para sahabat ‘bersih-bersih’ dahulu di masjid.
Mereka biasanya bersih-bersih badan dan pakaian, berzikir, shalat, dan juga istirahat sejenak. Biasanya momen kumpul itu juga dimanfaatkan orang-orang munafik untuk minta pemakluman Nabi karena tidak bisa ikut berjihad.
Setelah semua urusan rampung, barulah mereka pulang ke rumah. Dan mungkin juga mereka pulang ke rumah dengan membawa ghanimah dari Nabi.
Cara ini efektif membersihkan fisik dan jiwa para sahabat untuk melepas semua ‘sampah’ agar tidak ikut masuk ke rumah. Sampah apa saja?
Tentu banyak. Misalnya, ‘sampah’ kemarahan, rasa sakit, kecewa atau dendam, mungkin juga rasa takut, stress, dan lainnya.
Jadi, ketika mereka kembali ke rumah, ketika berjumpa dengan istri dan anak-anak; segala ‘sampah’ itu sudah bersih. Setidaknya tidak mengotori suasana bahagia itu.
Saat ini, begitu banyak aktivitas kita di luar yang menyisakan ‘sampah’. Mulai dari aktivitas di kantor, di pasar, di tempat kerja, di tempat pergaulan, dan lainnya.
‘Sampah’nya beragam. Ada ‘sampah’ kemarahan, ‘sampah’ buruk sangka, ‘sampah’ stress, ‘sampah’ dendam, dan lainnya.
Ketika ‘sampah-sampah’ itu ikut masuk ke rumah, maka otomatis rumah akan terimbas kotorannya. Yang jadi korban bukan hanya pada suasana kasih sayangnya, tapi juga orang-orang yang sepatutnya tidak ikut ‘kecipratan’ kotoran sampah itu.
Rasanya memang tidak perlu harus mampir dahulu ke masjid. Tapi, harus ada latihan bahwa ‘sampah-sampah’ itu sudah ditinggal saat dalam perjalanan.
Sebelum tiba di rumah, bangunan suasana lain dalam hati bahwa yang akan dijumpai adalah cinta: rasa kasih dan sayang, rindu, dan berbagi kebahagiaan bukan berbagi beban.
Jika memang ada rezeki lebih, bisa mampir ke toko untuk membeli oleh-oleh sekadarnya. Cara ini juga efektif membangun suasana baru dalam hati agar yang pertama kali dijumpai di rumah adalah senyum bahagia.
Ucapkan salam dengan tulus. Dan tanyakan hal-hal yang dialami anggota keluarga di rumah. Bukan mengajak bicara hal-hal yang tidak mereka alami.
Ketika kita tiba di rumah, jadikan sosok kita sebagai yang paling ditunggu dan diharapkan. Bukan sosok yang biasa saja: ada tidaknya tidak mempengaruhi apa-apa.
Sekali lagi, tanyakan apa yang dialami anggota keluarga, bukan terlebih dahulu menceritakan yang kita tidak nyaman dalam perjalanan, yang mengesalkan di luar sana, dan lainnya.
Semai cinta di rumah kita. Seperti ungkapan bijak yang kita sudah pahami: baiti jannati. Rumahku surgaku. [Mh]