HAJI dan kurban menjadi fokus utama dalam bulan Zulhijjah. Inilah bulan penutup tahun. Seolah, inilah momen untuk bermuhasabah.
Haji dan kurban menjadi satu momen di bulan Zulhijjah. Hari rayanya disebut hari raya kurban, dan kita biasa menyebutnya sebagai Lebaran Haji.
Baik haji dan kurban merupakan refleksi dari nilai utama yang diajarkan dan diteladankan Nabi Ibrahim dan Ismail alaihimassalam.
Haji dan kurban beririsan di satu titik utama. Yaitu, nilai keikhlasan. Bahwa segalanya milik Allah dan sepatutnya menjadi dasar dari amal ibadah kita.
Baik haji dan kurban juga beririsan dengan finansial dan sorotan orang banyak. Tentang harga biaya haji sudah dimaklumi sebegitu besarnya untuk ukuran umumnya umat Islam.
Sehingga bisa dipersepsikan bahwa mereka yang mampu berhaji adalah yang memiliki banyak uang. Dan haji menunjukkan bahwa uang yang banyak itu dialokasikan seseorang untuk ibadah. Sebuah kesan yang begitu dekat dengan pujian.
Di masyarakat kita, haji juga seperti gelar. Seseorang yang sebelum namanya disebut ‘haji’ menunjukkan bahwa tingkat kesolehannya di atas rata-rata. Lagi-lagi, hal ini begitu berkait dengan pujian.
Bayangkan jika ada orang yang sudah berhaji, tapi banyak orang tidak menyebut ‘haji’ sebelum namanya, seolah ada ketersinggungan.
Begitu pun dengan amal kurban. Biasanya, pengurus masjid yang menjadi panitia akan mengumumkan siapa pemilik hewan-hewan kurban itu. Dan lagi-lagi, hal itu berkaitan dengan potensi pujian.
Ada efek negatif jika kurang hati-hati. Dan hal itu berkaitan dengan pujian dan pujian. Niat pun bergeser. Ada yang terjebak pada kewajaran status sosial, bahwa malu jika kaya tak berkurban. Begitu pun dengan nilai hewan yang dikurbankan, “Wah, hewan kurban siapa nih, bagus sekali!”
Allah subhanahu wata’ala mewanti-wanti dua amal tadi, haji dan kurban, dengan garis nilai yang sama: Ikhlas.
Allah berfirman, “Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu….” (QS. Al-Hajj: 37)
“…dan untuk Allah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah…” (QS. 3: 97)
Dua amal ibadah ini bernilai besar. Begitu pun pahalanya. Tapi berhati-hatilah, karena godaan setannya juga tidak kalah besar.
Ujian keikhlasan menjadi penutup tahun hijriyah. Siapa yang sukses, dia telah sukses meraih Ridha Allah. Siapa yang gagal, boleh jadi, ia hanya akan meraih ridha manusia. [Mh]