ChanelMuslim.com- Warna putih menunjukkan netralitas. Sehingga warna apa pun diletakkan di atas putih akan jelas dan utuh. Kecuali, warna putih itu sendiri.
Warna putih menjadi pelajaran tersendiri dalam hidup manusia. Khususnya untuk orang-orang beriman.
Putih memang tidak nampak ketika kehidupan manusia berada pada fase awal dan pertengahan. Baru ketika fase menjelang akhir, warna putih mulai dominan.
Di usia lima puluhan, bahkan beberapa tahun sebelumnya, warna putih mulai menghias kepala. Sebuah hiasan yang sulit dihindari, khususnya untuk kalangan pria. Jilbab boleh jadi mampu memunculkan sosok lain dari seorang wanita di usia itu. Karena Allah subhanahu wata’ala memang memaklumi rasa malu wanita.
“Ah, ternyata Anda sudah tua!” begitu yang bisa ditangkap dari pemandangan uban di kepala. Tidak putih polos, memang, Tapi, yang abu-abu itu akan terus memutih.
Warna putih itu akan terus terlihat sebelum orang lain melihat. Yaitu, ketika seseorang menatap wajahnya di cermin. Boleh jadi, lebih dari dua kali ia tatap hiasan putih itu dari balik cermin.
Dan yang putih itu tidak akan berubah hitam, seperti normalnya. Yang putih itu akan terus memutih. Bahkan sangat putih.
Rambut berada di kepala kita. Siapa pun akan mudah melihat warna itu karena letaknya memang di tempat paling strategis tubuh seseorang.
Di kepala itu pula, terdapat simbol jalan pikiran seseorang. Paradigma seseorang. Seolah warna itu mengingatkan seseorang tentang warna-warna lain yang kian tampak jelas dari dasar putih.
Warna-warna lain itu merupakan aneka anugerah dan fenomena yang dialami. Itulah pandangan orang di atas lima puluhan. Ia baru memahami apa itu sedih dan bahagia, susah dan mudah, jauh dan dekat, takut dan berani, dan lainnya.
Orang tua seperti seseorang yang berada di atas ketinggian. Semua menjadi tampak dan terlihat, meskipun kecil. Tapi, utuh.
Tidak heran jika makin tua, orang menjadi berpikir bijaksana. Hal itu karena hampir semua variabel masuk dalam kalkulasi.
Dalam hal agama, warna putih juga menunjukkan netralitas terhadap dunia. Bersih dan suci. Bebas dari kepentingan dan tarikan duniawi.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam begitu senang mengenakan busana warna putih. Terutama ketika akan beribadah. Seolah putih menetralkan hati dan pikiran dari polusi duniawi untuk kemudian ikhlas dan khusyuk di hadapan Ilahi.
Putih tanpa jahit, juga menjadi bagian penting dalam ibadah ke Baitullah. Siapa pun kita, tanggalkan semua variabel duniawi yang dimiliki, jika ingin diterima dalam orbit Ilahi. Dan, apalah yang paling mahal dari kain putih. Karena bagaimana pun istimewanya bahan busana itu, tetap saja ia hanya putih.
Terakhir, putih menjadi warna terakhir yang dimiliki manusia. Putih akan tinggal selamanya dalam fase akhir perjalanan manusia.
Putih menunjukkan netralitas. Putih juga menunjukkan kejelasan dari nilai hidup ini. Dan putih pula menunjukkan persinggahan akhir perjalanan panjang itu.
Karena itu, sebelum fase akhir akhirnya dijumpai di waktu yang tidak seorang pun bisa memprediksi; putihkanlah hati kita. Berlatihlah untuk netral dalam tarikan syahwat hidup ini. Karena dengan begitu, kita akan menikmati warna putih di akhirnya. [Mh]