BOLA itu bulat. Ia bisa menggelinding ke arah mana saja. Tak perduli apakah yang akan menendangnya miskin, kurus, hitam, dan tak terkenal.
Begitu banyak nilai yang bisa dipetik dari permainan sepak bola. Ada kebersamaan di situ. Ada disiplin, ada semangat, kesabaran, kekompakan, dan kebahagiaan.
Sepak bola juga tidak mengenal status sosial, status ekonomi, atau apa pun. Ia bukan monopoli kalangan tertentu saja.
Itulah mengapa sepak bola paling ramai peminatnya. Begitu pun ketika memasuki ajang piala dunia. Seluruh dunia seperti berhenti sejenak, hanya untuk fokus memperhatikan sepak bola.
Kalau saja pasukan Ukraina dan Rusia diistirahatkan beberapa hari, dan disediakan di tengah mereka televisi besar, mungkin mereka akan jauh lebih tertarik menonton bola daripada berperang di antara mereka.
Itulah sepak bola. Ia seperti magnit untuk bisa mengembalikan kembali fitrah manusia yang ingin bahagia bersama, saling berbagi, dan menuju ke titik kemenangan tanpa harus menyakiti pihak lawan.
Kalau saja sepak bola sudah ada di masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Boleh jadi, olah raga ini yang paling diminati para sahabat.
Tentu tidak menganggap bahwa para sahabat kurang kerjaan. Tapi karena sepak bola juga melatih pemainnya untuk beramal jama’i atau kerja tim, disiplin, dan semangat juang yang tinggi.
Ketika sepak bola ditarik ke ajang dunia, tentu faedahnya akan jauh lebih besar. Ia bukan lagi sekadar permainan atau hikmah di balik permainan itu. Tapi, sudah menjadi ajang ta’aruf antar bangsa.
Dan tentang ta’aruf antar bangsa ini sangat dianjurkan dalam Islam. Seperti itulah firman Allah subhanahu wata’ala dalam Surah Al-Hujurat ayat 13.
“Wahai manusia, sungguh Kami telah menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kalian saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah adalah yang paling bertakwa.”
Dari sudut pandang dakwah, sepak bola ajang dunia ini tentu menjadi sarana yang paling efektif. Bukan sekadar tentang bolanya, tapi pertemuan dunia yang satu sama lain bisa saling berinteraksi tanpa memandang sekat politik, sosial, dan ekonomi.
Jika Qatar begitu antusias mengambil peluang ini, boleh jadi itu karena mereka memahami betul tentang kelasnya. Ia memang bukan negara jago bola, tapi setidaknya, negeri yang bertetangga dengan Arab Saudi ini bisa menyuguhkan wajah Islam dari sisi lain yang rileks tapi serius.
Jika dunia dalam pandangan Qatar sebagai objek dakwah, maka tamu-tamu bola dari berbagai belahan dunia ini adalah objek dakwah yang sangat pemula.
Mereka serasa dihibur tapi diarahkan. Mereka serasa dimanja tapi dikondisikan. Dan mereka bisa mengenal wajah Islam dari perwujudannya yang asli. Bukan seperti yang dibuat-buat di negeri mereka.
Meski tampak begitu sengit ketika dua tim saling unjuk kebolehan, tapi mereka kembali seperti biasa ketika pertandingan sudah usai. Yang membekas hanya saling mengenal, saling bersaing dalam sportivitas, dan saling menghormati untuk pertemuan selanjutnya.
Itulah bola. Sederhana, tapi memiliki banyak makna. Bukan tentang bolanya, tapi tentang siapa yang memainkannya. [Mh]