APA yang terlihat cantik dari jauh, belum tentu cantik jika dari dekat.
Seorang gadis kecil begitu asyik menatapi bulan purnama. Malam yang cerah tanpa awan kian memperindah bulan dari balik jendela.
“Kamu sedang melihat apa, Nak?” ucap ibu yang tiba-tiba berada di dekat putrinya itu.
“Bulan, Bu. Ia begitu cantik dan anggun,” jawab sang gadis kecil. “Aku ingin secantik bulan, Bu,” tambahnya.
“Hmm, apa benar kamu ingin seperti bulan?” tanya ibu.
“Tentu, Bu. Coba ibu lihat, ia begitu mempesona. Kecantikannya membuat takjub banyak orang di bumi sini,” ungkap sang gadis.
Sang ibu tiba-tiba beranjak ke tempat lain. Ia seperti mengambil sebuah benda dari dalam kamar.
“Yuk, kita lihat wajah bulan dari dekat,” ucap sang ibu sambil memperlihatkan sebuah kamera yang biasa dipakai ayah. “Dengan kamera canggih ini, kita bisa melihat wajah bulan dari dekat,” tambah ibu.
Ibu dan putrinya itu pun menyorot bulan melalui kamera. Tampilan bulan di kamera bisa dizoom hingga terlihat apa adanya.
“Hiii,” ucap sang gadis kecil tiba-tiba. Ia mendapati wajah bulan tak secantik yang ia bayangkan. Begitu banyak ‘bopeng’ yang sebenarnya penampakan kawah-kawah di bulan.
“Masih ingin secantik bulan?” tanya sang ibu sambil tersenyum.
“Nggak ah, Bu. Aku ingin secantik ibu aja,” jawab sang gadis kecil sambil memeluk ibunya.
“Anakku, apa yang terlihat cantik dari jauh, belum tentu cantik jika terlihat dari dekat,” pungkas sang ibu.
**
Jangan cepat menilai kebaikan seseorang hanya dalam sepintas pemandangan. Bersabarlah untuk melihat dari dekat agar sosoknya bisa terlihat jelas.
Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu pernah memberikan pelajaran. Bahwa, ia belum bisa menilai seseorang jika belum melakukan perjalanan bersamanya selama tiga hari tiga malam.
Polesan dan rekayasa memang sukses jika dipandang dari jauh. Butuh waktu untuk melihat lebih dekat lagi. Dan, saat itulah kita akan melihat sosok apa adanya. [Mh]