TETANGGA adalah saudara dekat kita, meskipun beda ayah dan beda ibu.
Ada pelajaran menarik dari pengalaman hidup seorang Imam Hasan Al-Basri. Tabiin yang pernah diasuh oleh Ummu Salamah, salah seorang istri Rasulullah ini, bertetangga dengan non muslim.
Hasan Al-Basri lahir di Madinah pada 21 hijriyah. Semasa bayi, ia pernah diasuh oleh Ummu Salamah, bahkan sempat disusui. Hal ini karena beliau putera budak yang dimerdekakan oleh Ummu Salamah.
Pada usia 14 bulan, Hasan Al-Basri kecil dan orang tuanya pindah ke Basrah, Irak. Itulah kenapa namanya ditambah ‘Al-Basri’, yang artinya berasal dari Basrah.
Di Basrah, ia tinggal di sebuah rumah susun sederhana. Dan menariknya, ia bertetangga dengan seorang Nasrani. Hasan Al-Basri tinggal di lantai bawah, sementara tetangga yang Nasrani itu tinggal di lantai atasnya. Persis di mana Imam Al-Basri tinggal.
Meski dengan Nasrani, Imam Hasan Al-Basri tetap bertetangga baik. Keduanya saling tolong menolong dan saling menghormati.
Ada hal yang tidak nyaman dirasakan dari Hasan Al-Basri dari rumah tetangganya itu. Air dari kamar mandi tetangganya itu rembes ke rumah Hasan Al-Basri. Persis di kamar ulama yang belajar dari tokoh sahabat Rasul seperti Anas bin Malik, Ibnu Abbas, Ali bin Abi Thalib, dan lainnya.
Meski tidak mengenakkan, Imam Hasan Al-Basri tidak protes. Bahkan ia membiarkan saja kebocoran itu terus berlangsung.
Ia hanya menyediakan ember untuk menampung bocoran air itu. Kalau sudah penuh, air itu dibuang, dan begitu seterusnya.
Suatu kali, Imam Hasan Al-Basri sakit. Banyak orang menjenguk secara bergantian. Termasuk sang tetangga yang Nasrani itu.
Saat berada di kamar sang Imam, tetangga Nasrani itu mendapati ember yang digunakan untuk menampung air bocoran. Ia pun mendongak ke sumber bocoran. Sang tetangga pun menyadari kalau sumber bocoran itu dari kamar mandi rumahnya.
“Kenapa Anda tidak menceritakan hal tidak nyaman ini wahai Imam?” tanya sang tetangga. Tapi, Imam Hasan Al-Basri hanya senyum ramah.
“Sudah berapa lama bocor ini berlangsung?” tanya sang tetangga lagi.
“Sudah dua puluh tahun,” jawab Imam Hasan Al-Basri dengan tenang.
Sontak, sang tetangga terkejut. Ia seperti merasakan keindahan Islam yang membentuk umatnya begitu mengutamakan cinta terhadap sesama manusia.
Saat itu juga, ia melepas simbol nasraninya di ikat pinggangnya. Ia pun mengucapkan kalimat syahadat, menyatakan diri masuk Islam.
**
Itulah keindahan Islam yang terpancar dari seorang ulama terhadap tetangganya. Ia mencintai dan menghormati tetangganya melampui terhadap dirinya sendiri. Meskipun, sang tetangga seorang Nasrani. [Mh]