ISLAM itu bukan sekadar nikmat untuk akhirat. Di dunia pun, seorang muslim meraih banyak kenikmatan.
Seorang tenaga kerja Indonesia menceritakan pengalamannya tinggal di Amerika. Ia bersyukur Allah menganugerahkannya Islam. Dengan begitu, ia bisa menjalani hidup di sana dengan ‘selamat’.
Di Amerika, tatanan nilainya berbeda. Orang bebas mau apa saja asal tidak melanggar hukum yang berlaku.
Suatu kali, ada teman kerja wanita yang tertarik dengannya. Gadis itu warga setempat. Entah apa yang membuatnya jatuh hati, tapi gadis itu sering menemuinya untuk sekadar berbagi cerita.
Hingga suatu kali, gadis itu datang ke tempat kosnya. Sudah menjadi hal lumrah di sana jika pria dan wanita dewasa dalam satu rumah, meskipun belum menikah.
Si pria itu menjelaskan kalau di negerinya orang hidup dengan tradisi Islam. Termasuk tentang hubungan pria dan wanita.
“Di kami, pria dan wanita terlarang berdekat-dekatan, apalagi hubungan intim, jika belum menikah,” ungkapnya dengan cara simpatik.
“Kenapa begitu?” tanya si gadis itu.
“Untuk menghargai si wanita bahwa ia wanita terhormat,” jawabnya. “Seorang wanita tidak boleh dianggap seperti ‘barang’ yang bisa dimanfaatkan begitu saja,” tambahnya.
Gadis itu penasaran. Baru kali itu ia mendengar ucapan menarik dari seorang pria.
“Lalu bagaimana kalau keduanya saling suka?” tanya si gadis.
Pria itu menjelaskan panjang lebar. “Seorang pria harus melamar gadis ke orang tua atau walinya. Jika disetujui, ia memberikan mahar untuk menikahi si gadis, dan mengucapkan janji setia yang disaksikan banyak orang,” ungkapnya.
Si gadis mengangguk-angguk. Ia tak menyangka kalau agama Islam begitu detil menghormati wanita.
“Bukan itu saja, tanggung jawab rumah tangga akan ada di tangan suami. Meskipun cerai, tanggung jawab anak tetap ada di mantan suami,” tambahnya.
Tiba-tiba si gadis itu merasa rendah. Ia seperti tak punya harga diri. Bukan karena tentang dirinya, tapi karena persepsi dan budaya lingkungannya.
“Itukah kenapa wanita muslim mengenakan hijab?” tanya si gadis itu.
“Ya. Kewajiban itu merupakan perlindungan preventif agar si wanita tak direndahkan, tak diganggu, dan bisa berwibawa di hadapan pria,” pungkas si pria.
Si wanita bule itu akhirnya bingung. Ia sedang tertarik dengan seorang pria atau dengan ajaran Islamnya. Rasanya kedua-duanya.
**
Beruntungnya seorang muslim. Islam membimbing umatnya menjadi sosok yang ‘lebih’ dari yang lain. Perilakunya berbeda. Pengetahuannya melampaui umumnya. Dan cara hidupnya ‘bersih’.
Sebenarnya, masih banyak sisi baik lain dari seseorang karena Islam, selain interaksi pria dan wanita. Misalnya, tentang ekonominya, kebersihannya, kesehatannya, dan kesetiaannya pada keluarga.
Rasanya, tak ada nikmat yang lebih bernilai untuk seseorang melampaui nikmat iman dan Islam. Semoga Allah memelihara iman dan Islam kita, di mana pun kita berada. [Mh]