REZEKI yang dibutuhkan itu seperti ember tampungan air hujan. Seberapa pun banyaknya air hujan yang masuk, yang tertampung sebatas ukuran ember itu juga.
Hidup dan rezeki seperti dua muka sebuah koin. Hidup butuh rezeki dan rezeki hanya untuk mereka yang masih hidup.
Tentang rezeki itu, boleh jadi hal itulah yang pertama kali dilakukan anak manusia saat lahir ke dunia. Jika rezeki sudah ketemu, segala tangis dan gelisah hilang untuk sementara.
Rezeki memang tidak melulu tentang makanan dan minuman. Semua yang menjadi fasilitas hidup ini bisa dibilang sebagai rezeki: kesehatan, ketenangan, cinta dan persaudaraan, keamanan, dan lainnya.
Ada dua rezeki yang tiba ke seseorang. Yaitu, rezeki yang harus dicari, dan rezeki yang justru mencari-cari.
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezekimu, dan apa yang dijanjikan kepadamu.” (QS. 51: 22)
Kalau rezeki selalu harus dicari, maka hanya yang kuat saja yang bisa menikmati rezeki. Kenyataannya, semua manusia, seberapa pun lemah kuatnya, semuda atau setua apa pun usianya, di mana pun keberadaannya; ia tetap memperoleh rezeki.
Soal besar kecil dan banyak sedikit itu sangat relatif. Karena semua itu tak berbanding lurus dengan bahagia. Rezeki yang baik itu yang bisa membahagiakan.
Di situlah yang disebut kadar rezeki seseorang. Ada orang yang rezeki sedikitnya menjadi mencukupi, sementara banyaknya menjadi membingungkan. Bahkan menggelisahkan.
Patokan bahagia itulah yang menjadi takaran utama. Dengan kata lain, rezeki yang baik itu yang bisa mencukupi kebutuhan. Bukan memenuhi keinginan.
Selama nafas dan nafsu masih ada dalam diri seseorang, yang namanya keinginan tak pernah ada kata usai. Tapi apakah itu yang sebenarnya ia butuhkan?
Perhatikanlah apa yang sebenarnya dibutuhkan diri kita. Bukan apa yang diinginkan nafsu kita.
Seberapa pun banyaknya harta seseorang, takaran makan dan minumnya tetap dengan piring dan gelas. Tidak dengan dengan bakul dan gentong.
Seberapa pun berlimpahnya duit seseorang, kamarnya hanya sebagian kecil dari luas rumahnya. Karena ia hanya membutuhkan dua kali tiga meter persegi untuk sekadar tidur.
Sesuatu yang terlalu banyak melelahkan, dan sesuatu yang terlalu sedikit membingungkan. Sekali lagi, rezeki yang baik itu yang mencukupi kebutuhan.
Itulah doa yang diajarkan Nabi kepada seorang sahabat, “Ya Allah, anugerahkanlah aku rezeki halal yang mencukupi (kebutuhan). Dan kayakanlah aku dengan anugerah keutamaanMu.” [Mh]