ChanelMuslim.com- Judul ini terkesan sangat klise. Suatu ungkapan yang selalu diulang sejak masa awal pendidikan. Namun ternyata, ada nilai lain dari sabar dan baik sangka dengan guru. Terutama tentang ilmu mereka.
Kisah yang sering disampaikan tentang Nabi Musa alaihissalam dan Nabi Khidir alaihissalam menyimpan nilai yang patut menjadi pelajaran tersendiri. Khususnya tentang sabar dan baik sangka itu.
Dalam konteks Nabi Musa terhadap Nabi Khidir tentu bukan masalah baik sangkanya. Nabi Musa melanggar kesepakatan dengan gurunya itu lebih karena soal kesabaran. Yaitu, sabar untuk menunggu penjelasan dari sang guru.
Buat orang-orang seperti kita yang sarat dengan khilaf dan dosa, mungkin jadi terasa tipis antara tidak sabar dengan kurang baik sangka.
Kalau sabar sangat berkaitan dengan cara mencermati pelajaran, tapi kurang baik sangka menunjukkan ada subjektivitas si murid terhadap gurunya yang dianggap kurang mumpuni.
Espektasi Nabi Musa terhadap Nabi Khidir tentu sangat tinggi. Nabi Musa rela menempuh perjalanan sangat jauh demi untuk menimba ilmu dari Nabi Khidir.
Memang, ada metode unik yang diterapkan Nabi Khidir dalam menyampaikan ilmunya. Ia tidak mulai dari teori untuk dibuktikan melalui amal. Sebaliknya, ia memulai dari amal untuk kemudian digambarkan dalam penjelasan yang berisi teori tentang nilai.
Boleh jadi, sosok Nabi Khidir dengan metode khususnya itu memang juga bertujuan untuk mengajarkan Nabi Musa tentang nilai sabar. Khususnya dalam menuntut ilmu.
Tiga hal yang diajarkan Nabi Khidir melalui bentuk amal, dan tiga-tiganya diterima Nabi Musa dengan catatan. Nabi Khidir menyebutnya dengan, “Sesungguhnya engkau tidak akan mampu bersabar bersamaku.”
Tiga pelajaran itu adalah tentang di balik melubangi perahu rakyat padahal perahu itu digunakan untuk mencari nafkah. Tentang membunuh anak kecil, padahal ia belum berdosa. Tentang membangun dinding, padahal kegiatan itu bisa mendapat kompensasi atau upah.
Boleh jadi, kita pun jika menempati posisi Nabi Musa saat itu, mungkin akan melakukan hal yang sama. Bahkan mungkin lebih parah dari yang dilakukan Nabi Musa.
Perpisahan Nabi Musa dengan Nabi Khidir pun bukan karena Nabi Khidir menghukum Nabi Musa karena tidak sabar. Tapi, lebih karena janji Nabi Musa sendiri jika tiga kali menyalahi kesepakatan, ia tidak lagi bersama Nabi Khidir.
Sepertinya, itulah pelajaran yang jauh lebih bernilai bagi Nabi Musa selain tentang tiga pelajaran itu. Yaitu, tentang kesabaran dan disiplin dalam kesepakatan. Terlebih lagi terhadap seorang guru yang mulia.
Untuk kita, boleh jadi kisah itu memberikan titik tekan tersendiri tentang pentingnya sabar dalam menuntut ilmu dan baik sangka dengan guru.
Jangankan pelajaran dari Nabi Khidir, firman Allah yang jelas datangnya dari Yang Maha Alim pun bisa dinilai cacat kompetensi. Astaghfirullah.
Contoh, tentang aturan warisan. Semoga tidak banyak yang seperti ini. Yaitu, merasa bahwa aturan itu kurang bijak. Hal ini ditunjukkan dengan tidak sedikit umat yang seperti mengabaikan aturan jatah warisan anak laki dan perempuan.
Begitu pun tentang hukum qishash. Juga tentang syariat berperang. Tentang bolehnya poligami. Dan seterusnya dan seterusnya.
Sabar dan baik sangka dalam menuntut ilmu merupakan pintu awal. Bagaimana mungkin akan ada ilmu yang akan masuk jika pintunya tidak mau dibuka. [Mh]