API itu unik. Ia bisa di mana saja. Yang penting ada panas dan media.
Sebuah keluarga menyalakan lilin ketika listrik mati. Api lilin memang tidak seterang lampu pijar. Tapi, setidaknya ada semburat cahaya yang mengecilkan gelap.
“Lumayan ya, sekadar tidak terlalu gelap,” ucap sang ibu kepada anak-anaknya.
Ada di antara anak-anak yang asyik menatap ponsel, ada yang sekadar duduk bersandar, dan ada yang tetap ngemil.
Seorang anak berujar, “Kenapa api bisa menyala, ya, Bu?”
“Karena ada panas dan sumbu lilin, Dik,” ucap sang kakak yang ikutan menjawab.
“Iya. Tapi kenapa ia bisa menyala di mana aja kecuali yang basah?” tanya si adik lagi.
“Api itu ada di mana saja, Nak, selama ada oksigen dan media, Ia memang tak terlihat jika tak dipanggil. Memanggilnya dengan panas dan media itu,” ungkap ibu.
Tapi, si penanya hanya termangu, tidak mengangguk dan tidak juga menggeleng.
**
Ada makhluk Allah yang berbahaya dan berasal dari api. Ya, siapa lagi kalau bukan setan.
Seperti halnya api, ia gaib. Tak terlihat. Kecuali jika kita ‘memanggilnya’, sengaja atau tidak.
Bagaimana memanggil setan? Yaitu ketika suasana hati yang panas dan media jiwa yang serba memungkinkan: gelisah, takut, marah, putus asa, dan lainnya.
Dinginkan hati dengan zikrullah dan kikis semua media yang disukai setan dengan keikhlasan, insya Allah, setan tak tertarik untuk ‘hadir’ dalam dinamika hidup kita, seperti api yang sulit menyala di tempat basah. [Mh]