ChanelMuslim.com- Ada perubahan besar terjadi di penghujung tahun ke-6 dakwah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Mekah. Hal itu terjadi setelah Hamzah bin Abdul Muthalib dan Umar bin Al-Khaththab masuk Islam.
Hamzah masuk Islam setelah empati dengan peristiwa pelecehan yang dilakukan Abu Jahal terhadap Rasulullah. Hubungan Rasulullah dengan Hamzah memang tergolong dekat. Ia adalah salah satu paman Nabi yang usianya tidak berjauhan dengan Nabi.
Hamzah mendatangi Abu Jahal dan bertekad untuk memberinya pelajaran. Selama ini, Hamzah memang jarang berada di Mekah. Ia menggeluti hobinya untuk berburu di belantara sahara.
Setelah berjumpa, Hamzah langsung memukul Abu Jahal. Karena Abu Jahal merasa bahwa ia telah melakukan kesalahan terhadap keponakan Hamzah, ia tidak memberikan perlawanan. Justru kerabatnya yang saat itu berada di lokasi yang langsung mengerumuni Hamzah. Hampir saja terjadi keributan yang lebih besar. Karena kerabat Hamzah juga bergerak ke lokasi kejadian.
Saat itulah, Hamzah mengatakan kepada Abu Jahal, “Aku telah masuk agama Muhammad!” Sebuah pernyataan spontan karena ingin membela martabat keponakannya yang dizalimi.
Tiga hari setelah Hamzah masuk Islam, kabar menggemparkan juga membuat pusing para petinggi Quraisy. Umar bin Khaththab juga menyatakan diri masuk Islam.
Masuk Islamnya Umar berbeda dengan warga Mekah lainnya yang secara sembunyi-sembunyi. Umar justru mendatangi semua petinggi Quraisy bahwa ia telah masuk Islam. Termasuk kepada Abu Jahal.
Abu Jahal begitu kaget. Ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya terdiam ketika Umar memprovokasinya untuk melakukan pertarungan.
Dakwah Terang-terangan
Setelah masuk Islam, Umar menemui Rasulullah. Umar mengatakan, Bukankah kita berada dalam jalan yang benar, ya Rasulullah. Rasulullah membenarkannya.
Lalu, Umar mengatakan lagi, Kenapa kita harus sembunyi-sembunyi. Kenapa tidak kita nyatakan dengan terang-terangan kepada seluruh penduduk Mekah tentang seruan kita.
Rasulullah juga membenarkan dan menyetujui pendapat Umar. Rasulullah menyerukan semua sahabat untuk “turun ke jalan” menuju Ka’bah. Rombongan dibagi dua kelompok. Satu dipimpin Umar bin Khaththab. Dan satunya lagi dipimpin Hamzah bin Abdul Muthalib.
Tak ada satu pun penduduk Mekah yang berani dengan kehadiran dua rombongan umat Islam itu. Mereka hanya terdiam dan menyaksikan apa yang dilakukan umat Islam.
Negosiasi Perdamaian
Setelah fenomena dakwah terang-terangan itu, sejumlah petinggi Quraisy bersepakat untuk melakukan negosiasi perdamaian dengan Rasulullah. Mereka mendatangi paman Nabi, Abu Thalib, untuk bisa dipertemukan dengan Rasulullah.
Intinya, mereka menginginkan agar Rasulullah tidak lagi berdakwah. Mereka mengajukan tawaran menarik sebagai kompensasi dari usulan itu.
Yaitu, mereka akan mengumpulkan uang dari semua orang kaya yang ada di Mekah untuk dihadiahkan kepada Rasulullah. Sehingga, Rasulullah akan menjadi orang paling kaya di Mekah.
Mereka pun akan siap berada di bawah koordinasi Rasulullah dalam hal kepemimpinan di Mekah. Tentunya dalam hal yang tidak ada hubungannya dengan dakwah Islam. Dan seterusnya.
Namun, semua tawaran itu ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah. Sebuah kalimat yang terkenal keluar dari lisan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. “Wahai pamanku, sekiranya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, dan bulan di tangan kiriku; agar aku tidak lagi berdakwah. Maka aku akan menolaknya!” [Mh/Rahiqul Makhtum]