ChanelMuslim.com – Atikah binti Zaid, shahabiyyah yang namanya tentu tidak asing lagi. Bagaimana tidak, ia lahir dari keluarga terpandang dan dinikahi oleh laki-laki syuhada’.
Ayahnya, Zaid bin Amr bin Nufail, seorang yang hidup di masa jahiliyah tapi tak mengenal kejahiliyaan. Ia sanggup mencegah orang-orang yang hendak mengubur anak perempuannya hidup-hidup, dan menawarkan untuk merawatnya. Saudara laki-laki Atikah, Sa’id bin Zaid, adalah di antara 10 sahabat yang dijamin masuk surga.
Baca Juga: Shafiyyah binti Abdul Muththalib, Ibunda yang Melahirkan 1000 Prajurit
Puisi Cinta Atikah binti Zaid untuk Kepergian Sang Kekasih
Atika menikah dengan Abdullah bin Abu Bakar Ash-Shiddiq. Kecintaan Abdullah pada Atikah melenakan dirinya dari medan jihad.
Sangatlah wajar, Atikah wanita dengan paras cantik jelita, belum lagi kefashihannya dalam berbahasa dan penguasaannya terhadap sastra membuat Abdullah harus melantunkan sebuah puisi kesediahan saat ia dipaksa bercerai oleh ayahnya:
Aku tidak pernah melihat orang sebodoh diriku
Yang sanggup menceraikan wanita seperti dirinya
Aku juga tidak pernah melihat wanita sepertinya
Yang diceraikan tanpa kesalahan atau dosa
Siapa sangka puisi ini kembali menyatukan keduanya. Membuat iba sang ayah. Abdullah rujuk kembali dengan Atikah.
Di masa pengepungan kota Tha’if oleh pasukan Muslimin, Abdullah terkena anak panah yang membuatnya terluka para dan akhirnya meninggal di Madinah.
Saat itulah, giliran Atikah yang menangisi kepergian sang suami tercintanya dengan melantunkan bait-baik puisi yang menyayat hati.
Hari ini aku menangisi kepergian manusia terbaik,
Setelah Nabi dan Abu Bakar yang tak pernah berhenti mencintai
Aku bersumpah, air mataku tidak akan pernah terhenti
Dan biarlah kulitku berselimut debu sepanjang masa
Selama burung Atikah tetap bernyanyi pilu
Selama malam dan siang silih berganti
Hanya Allah yang tahu
bahwa tidak ada pemuda yang setara dengannya
Selalu tampil gagah berani
Tak pernah mengenal takut mati di medan jihad
Jika kilat pedang telah berkecamuk hebat
Ia menyosong kematian hingga tombak
berubah merah karena bersimbah darah.
[Ln]