ChanelMuslim.com – Kisah penyembelihan Abdullah. Dengan membajakan hati, Abdul Muthalib menuntun Abdullah menuju sebuah tempat di dekat sumur Zamzam yang terletak di antara dua berhala Isaf dan Na’ila.
Di tempat itulah biasanya orang orang Mekah melakukan pengurbanan hewan untuk dewa-dewa mereka.
Namun, masyarakat semakin keras menghalangi Abdul Muthalib melakukan niatnya. Akhirnya, kekerasan hatinya pun luluh.
“Baiklah, tetapi apa yang harus kulakukan agar berhala tetap berkenan kepadaku?” tanya Abdul Muthalib
Kalau penebusannya dapat dilakukan dengan harta kita, kita tebuslah, kata Mughirah bin Abdullah dari suku Makhzum. Setelah diadakan perundingan, mereka sepakat menemui seorang dukun di Yatsrib.
“Berapa tebusan kalian?” tanya dukun wanita itu.
“Sepuluh ekor unta.”
Abdul Muthalib pun disarankan untuk mengundi kembali antara Abdullah dengan sepuluh ekor unta. Jika undian yang keluar adalah nama Abdullah,
maka undian diulang dengan menambahkan 10 unta lagi dan seterusnya hingga Allah swt meridhai pengorbanan Abdul Muthalib.
“Kembalilah ke negeri kalian. Sediakan tebusan 10 ekor unta. Kemudian undi antara unta dan anak itu. Jika yang keluar nama anakmu, tambahlah jumlah untanya, kemudian undi lagi sampai nama unta yang keluar.”
Mereka pulang dengan lega dan segera mengundi dengan anak panah. Ternyata yang keluar adalah nama Abdullah. Mereka menambahkan tebusan unta dan mengundi lagi.
Baca Juga: Pernikahan Abdullah dengan Aminah
Penyembelihan Abdullah
Ternyata, lagi lagi nama Abdullah yang keluar. Demikianlah, Abdul Muthalib menambah dan menambah terus jumlah unta. Ketika jumlah unta sudah mencapai 100 ekor, barulah nama unta yang keluar.
“Dewa sudah berkenan,” seru orang-orang.
“Tidak,” bantah Abdul Muthalib. “Harus dilakukan sampai 3 kali.”
Akhirnya, setelah 3 kali dikocok, yang keluar adalah nama unta. 100 ekor unta itu pun disembelih sebagai
pengganti nazar dan dibiarkan begitu saja tanpa disentuh manusia dan karena mereka beranggapan bahwa unta itu untuk dewa.
Diriwayatkan dari Rasulullah bahwa beliau bersabda, “Aku adalah anak dua orang yang disembelih.”
Yang dimaksud oleh beliau adalah Nabi Ismail nenek moyangnya, dan Abdullah ayahnya.
Saat Abdul Muthalib memimpin Mekah, ada sebuah peristiwa dahsyat. Kejadian ini bermula dari Yaman, sebuah negeri yang terletak jauh di sebelah selatan Mekah.
Saat itu, Yaman diperintah oleh seorang penguasa bernama Abrahah Al Asyram.
Baca Juga: Kisah Penyerangan Pasukan Abrahah
Abrahah Ingin Menyerang Mekah
“Aku tidak habis pikir, mengapa setiap tahun seluruh bangsa Arab datang ke tanah Mekah?” seru Abrahah kepada para menterinya.
“Paduka tahu, di sana ada sebuah bangunan bernama Ka’bah. Bangunan tua itu begitu disucikan oleh penduduk Jazirah Arab sehingga mereka tidak dapat berpaling darinya.
Ke sanalah mereka pergi beribadah menyembah para dewa sepanjang tahun,” jawab salah seorang menteri.
“Apa istimewanya bangunan tua yang terbuat dari batu kasar itu? Aku ingin negeri kita, Yaman, mempunyai
sebuah rumah suci yang akan membuat bangunan tua di Mekah itu menjadi tidak berarti lagi dan dilupakan orang!”
“Namun, apa mungkin kita bisa membuat rumah suci baru yang bisa menandingi Ka’bah?”
“Mengapa tidak? Buat sebuah gereja yang sangat indah! Hiasi dengan perlengkapan paling mewah yang kita miliki!
Baca Juga: Kisah Kehancuran Abrahah dan Perjodohan Abdullah
Gereja Emas Tandingan Kakbah
Gerbang emas, jendela perak, lantai pualam yang berkilau! Semuanya! Kerahkan seluruh ahli bangunan Aku ingin gereja itu selesai dalam waktu singkat!”
Tidak lama kemudian, berdirilah sebuah gereja seindah yang diinginkan Abrahah. Sang Penguasa Yaman itu mengunjunginya dengan rasa puas.
“Lihat, tidak lama lagi, seluruh orang Arab akan datang ke sini!” kata Abrahah kepada bawahannya, “bahkan orang orang Mekah akan melupakan rumah tua mereka begitu melihat bangunan seindah ini!”
Penduduk asli Yaman adalah kaum Saba. Sebelum datangnya Islam, negeri Yaman telah terkenal dengan kemajuan teknologi bangunannya.
Salah satu bangunan yang amat terkenal adalah Bendungan Raksasa Ma’rib. Ketika bangunan ini jebol, banjir besar melanda daerah sekitarnya sehingga para penduduk terpaksa pindah ke negeri lain.[ind/Walidah]