ChanelMuslim.com – Setelah berumur lima tahun, Muhammad saw kembali kepada ibunya. Sejak itu, Abdul Muthalib bertindak sebagai pengasuh cucunya. Ia mengasuh Muhammad dengan sungguh-sungguh dan mencurahkan segala kasih sayangnya.
Abdul Muthalib adalah pemimpin seluruh Quraisy dan seluruh Mekah. Abdul Muthalib memiliki tempat duduk khusus yang berada di bawah naungan Ka’bah. Ia selalu duduk di tempat itu ketika keluar dari rumahnya. Karena rasa hormat dan wibawa Abdul Muthalib, tidak ada seorang pun yang berani duduk atau mendekati tempat yang diberi karpet tebal dan tenda itu. Mereka hanya duduk mengelilingi tempat hamparan itu sebagai penghormatan kepada ayah mereka.
Suatu saat, Muhammad kecil yang montok itu duduk di atas hamparan yang terhormat itu untuk menunggu kedatangan Abdul Muthalib. Serentak, paman-paman beliau langsung memegang dan menahan Muhammad agar tidak duduk di atas hamparan. Beliau melakukan itu karena mencintai pemilik tempat tersebut. Namun, ketika Abdul Muthalib datang dan melihat kejadian tersebut, ia menggendong Muhammad dan memeluknya dengan hangat. Ia mendudukkan Muhammad di atas tempat duduknya. Kemudian Abdul Muthalib menoleh pada anak-anaknya dan berkata.
“Biarkan anakku itu,” katanya, “Demi Allah, sesungguhnya dia akan memiliki kedudukan yang agung.”
Kemudian, Abdul Muthalib duduk di atas hamparan tersebut sambil memangku Muhammad. Dielus-elusnya punggung Muhammad penuh sayang. Abdul Muthalib bergembira dengan apa yang dilakukan cucunya itu.
Lebih-lebih lagi, kecintaan kakek kepada cucunya itu timbul ketika Aminah kemudian berniat membawa Muhammad ke Yatsrib untuk diperkenalkan kepada saudara-saudara ibunya dari keluarga Najjar. Perjalanan ini juga bertujuan menengok makam Abdullah, ayah Muhammad. Sudah lama Aminah memendam keinginan untuk menengok makam suami tercintanya itu. Kini, ia akan berangkat dengan ditemani putranya seorang.
Dalam perjalanan itu, Aminah membawa Ummu Aiman, budak perempuan peninggalan Abdullah. Sesampainya di Yatsrib, mereka disambut oleh saudara-saudara Aminah. Kepada Muhammad diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal dulu, serta tempat ayahnya dikuburkan.
Itu adalah saat pertama Muhammad benar-benar merasa dirinya sebagai anak yatim. Apalagi ia mendengar ibunya bercerita panjang lebar tentang sang ayah tercinta yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama.
Sesudah cukup sebulan tinggal di Madinah, mereka pun bersiap-siap pulang ke Mekah. Mereka berjalan dengan menggunakan dua ekor unta yang mereka bawa dari Mekah. Akan tetapi, di tengah perjalanan, di sebuah tempat bernama (Abwa), Abwa adalah sebuah dusun yang terletak di antara Madinah dengan Juhfa. Jaraknya 37 km dari Madinah. Aminah menderita sakit hingga kemudian meninggal dan dikuburkan di tempat itu.
“Ibu! Ibu!” panggil Muhammad kepada ibunya yang sudah wafat.
Dalam pelukan Ummu Aiman, dengan derai air mata, Muhammad kecil menyaksikan tubuh ibunya dikuburkan di tempat itu. Muhammad menangis merasakan kehilangan dan dibawanya pulang ke Makkah oleh Ummu Aiman, Pada usia enam tahun. Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam telah menjadi seorang anak yatim piatu.
Setelah ibunya meninggal, Nabi Muhammad diasuh kakek dari garis bapak yaitu Abdul Mutalib. Sejak lahir, Muhammad kecil tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ayah. Sang ayah meninggal ketika Muhammad masih berada dalam kandungan. Abdul Muthalib sendiri memang memanggil Muhammad dengan “Anakku” bukan “Wahai Ibnu Abdullah”. Barangkali bagi Muhammad kecil, orang yang tampak sebagai ayahnya adalah Abdul Muthalib.
Di kemudian hari, setelah hijrah, pernah juga Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menceritakan kepada sahabat-sahabatnya tentang kisah perjalanan masa kecil beliau ke Yatsrib yang saat itu telah berubah nama menjadi Madinah. Beliau amat terkenang dengan perjalanan bersama ibunya itu, kisah perjalanan penuh cinta pada Madinah, kisah penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.[ind/Walidah]
Bersambung