ChanelMuslim.com – Setelah waktunya tiba, lahirlah seorang anak laki-laki. Aminah segera mengirim utusan untuk mengabarkan kepada Abdul Muthalib. Betapa gembiranya Abdul Muthalib mendengar kabar tersebut.
Kelahirannya bertepatan pada hari Senin pagi tanggal 12 Rabiul Awwal pada tahun yang sama dengan penyerbuan Abrahah (tahun gajah), Aminah melahirkan seorang bayi laki-laki. Bertepatan pula dengan bulan Agustus tahun 570 Masehi. (Sebagian pendapat mengatakan bahwa Aminah melahirkan pada tanggal 20 atau 21 April tahun 571 Masehi).
Aminah mengutus seseorang sambil berkata, “Pergilah kepada Abdul Muthalib dan katakan, ‘Sesungguhnya telah lahir bayi untukmu. Oleh karena itu, datang dan lihatlah.”
Abdul Muthalib bergegas datang. Ketika mengambil bayi itu dari pelukan Aminah, dadanya bergemuruh dipenuhi rasa sayang.
Kehadirannya mengingatkan Abdul Muthalib kepada putranya Abdullah yang sudah lebih dulu meninggal. Setelah mengetahui putranya yang lahir adalah seorang laki-laki, Abdul Muthalib terlihat gembira bahwa sudah ada pengganti putranya, ia membawanya cucunya ke Ka’bah.
“Kehadiranmu mengingatkan aku kepada ayahmu. Sungguh, di hatiku kini dirimu hadir sebagai pengganti Abdullah.”
Dengan penuh rasa syukur, orangtua itu menggendong cucunya berthawaf, mengelilingi Ka’bah. Kali ini tidak kepada berhala, tetapi kepada Allah. Abdul Muthalib berdoa dan bersyukur, dan memberinya nama Muhammad. Muhammad berarti terpuji, sebuah nama yang tidak umum di kalangan masyarakat Arab, tetapi cukup dikenal.
“Aku memberimu nama Muhammad,” kata Abdul Muthalib.
Kemudian, ia memerintahkan orang untuk menyembelih unta dan mengundang makan masyarakat Quraisy.
“Siapa nama putra Abdullah, cucumu itu?” tanya seseorang kepada Abdul Muthalib.
“Muhammad.”
“Mengapa tidak engkau beri nama dengan nama nenek moyang kita?”
“Kuinginkan ia menjadi orang yang terpuji, bagi Tuhan di langit dan bagi makhluk-Nya di bumi,” jawab Abdul Muthalib.
Ketika Aminah mengandung Nabi Muhammad, ia melihat seberkas sinar keluar dari perutnya dan dengan sinar tersebut ia melihat istana-istana Busra di Syam.
Sudah menjadi tradisi di kalangan bangsawan Arab berlaku tradisi yang baik, yakni mereka mencari wanita-wanita desa yang bisa menyusui anak-anaknya. Anak-anak disusukan di pedalaman agar terhindar dari penyakit, memiliki tubuh yang kuat dan agar dapat belajar bahasa Arab yang murni di daerah pedesaan.
Tidak lama kemudian, di Mekah, datanglah serombongan wanita dari kabilah bani Sa’ad mencari bayi untuk disusui. Di antara mereka ada seorang ibu bernama Halimah binti Abu Dzu’aib.
“Suamiku,” panggil Halimah, “tahun ini sungguh tahun kering tak ada tersisa sedikit pun hasil panen di kampung halaman kita. Lihat unta tua kita tidak lagi menghasilkan susu sehingga anak-anak menangis pada malam hari karena lapar,” keluh Halimah kepada suaminya.
“Semoga kita mendapat bayi seorang bangsawan kaya yang dapat memberi kita upah yang layak untuk menanggulangi kesengsaraan ini,” jawab sang suami.
Namun harapan mereka tak terkabul, hampir semua bayi bangsawan kaya telah diambil oleh teman-teman serombongan mereka. Hanya ada satu bayi dalam gendongan ibunya yang mereka temui. Tapi karena mereka juga membutuhkan upah untuk memenuhi kebutuhannya, karena melihat bayi Muhammad adalah seorang yatim, maka ia menghindari dan menolak untuk menyusui Muhammad.
“Namanya Muhammad,” kata Aminah kepada pasangan tersebut “ia anak yatim tinggal aku dan kakeknya yang merawatnya.” Halimah dan suaminya, Al-Harits bin Abdul Uzza saling berpandangan.
Mereka enggan menerima anak yatim karena tidak ada Ayah yang dapat memberi mereka upah yang layak. Pasangan tersebut menggeleng dan pergi mencari bayi lain, Aminah memandangi bayi dalam dekapannya dengan sendu. Setiap wanita Bani Saad yang mendapat tawaran untuk menyusui Muhammad, selalu menolaknya karena anak yatim.
Sebelum kedatangan para wanita Bani Sa’ad, Muhammad disusui Tsuwaibah budak perempuan Abu Lahab. Hanya beberapa hari Muhammad disusui oleh Tsuwaibah. Akan tetapi, di kemudian hari, di sepanjang hidupnya Muhammad selalu memperlakukan Tsuwaibah dengan baik.
Bersambung