ChanelMuslim.com – Kisah kecintaan Rasulullah kepada keluarganya bisa kita lihat dari berbagai contoh, seperti ketika beliau menziarahi makam ibunya dan tidak pernah lelah mendakwahi Pamannya, Abu Thalib.
Akan tetapi, tetap saja, Allahlah yang berhak memberikan hidayah. Walau begitu, Rasulullah tetap menunjukkan kecintaannya dengan menyatakan bahwa akan terus-menerus memohonkan ampunan untuk Abu Thalib.
Baca Juga: Kisah Kelahiran Nabi Muhammad yang Membawa Keberkahan untuk Ibu Susunya (2)
Kisah Kecintaan Rasulullah kepada Ibunya
Rasulullah adalah seorang yang sangat setia menjaga hubungan tali silaturrahim dan memiliki tanggung jawab yang sangat sempurna dalam hal itu.
Sebelum diangkat menjadi rasul. Istri beliau tercinta, Khadijah radhiyallahu ‘anha melukiskan sifat beliau dengan ucapan, “Engkau adalah seorang yang suka menyambung tali silaturrahim dan selalu berkata jujur.”
Hal ini juga ditunjukkan ketika Rasulullah menunaikan hak yang paling besar dan melaksanakan kewajiban yang paling utama, yaitu menziarahi makam ibunya
Dilansir channel telegram KisahIslami yang mengambil sumber dari Kitab Sehari Di Kediaman Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, oleh : Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim (Compiled ebook by Akhukum Fillah La Adri At Tilmidz) Abu Hurairah menuturkan hal ini.
Pada suatu ketika, Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam menziarahi makam ibunya. Beliau menangis dan ikut menangis juga para sahabat Radhiallaahu anhu yang ada di dekat beliau.
Beliau Shalallaahu alaihi wasalam lalu berkata, “Aku telah meminta izin kepada Rabbku untuk memohonkan ampunan bagi ibuku, namun Dia tidak mengizinkannya.
Lalu aku minta izin untuk menziarahi makamnya, Dia pun mengizinkannya. Berziarah kuburlah kamu, sebab ziarah kubur mengingatkan kamu kepada hari kematian.” (HR. Muslim)
Baca Juga: Kisah Kebiasaan Imam Ilkiya al-Harasi dalam Menghafal
Mendakwahi Abu Thalib
Selain terhadap ibunya, Rasulullah juga menunjukkan kecintaannya terhadap kerabat-kerabatnya.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: “Ketika turun ayat “Dan berilah peringatan kepada karib kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syuara’ 214). Beliau mengundang pemuka Quraisy.
Setelah mereka berkumpul, mulailah beliau memberikan pengarahan secara umum dan khusus. Beliau berkata, “Wahai Bani Abdu Syams, wahai Bani Ka’ab bin Lu`ai, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani Murrah bin Ka’ab, tebuslah diri kalian dari api Neraka!
Wahai Bani Abdu Manaf, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani Hasyim, tebuslah diri kalian dari api Neraka! Wahai Bani Abdul Muththalib, tebusah diri kalian dari api Neraka!
Wahai Fathimah, tebuslah dirimu dari api Neraka! sedikit pun aku tidak berguna bagimu di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala, hanya saja kalian memiliki hubungan kekerabatan yang tetap aku pelihara baik.” (HR. Muslim)
Dalam hubungan kerabat, Rasulullah tidak pernah bosan dan jemu mendakwahi Paman yang telah merawatnya dengan baik, Abu Thalib. Berulang kali Rasulullah terus mendakwahi Abu Thalib.
Namun, hingga Abu Thalib menemui ajalnya, pamannya itu masih belum beriman. [Cms]
(Bersambung pada bagian kedua)