ADA sebuah kisah menarik tentang istri-istri Rasulullah yang meminta tambahan nafkah. Saat itu, Umar bin Khaththab dan Abu Bakar menemui Rasulullah di rumahnya.
Sesampainya di sana, ternyata Rasul sedang dikelilingi para istrinya, sementara wajah beliau terlihat resah.
Baca Juga: Inilah Profesi Istri-Istri Rasulullah
Kisah Istri-Istri Rasulullah Meminta Tambahan Nafkah
Umar pun bermaksud mencandainya agar Rasul tertawa. Umar berkata, “Ya Rasulullah, jika istri saya meminta uang belanja kepada saya maka akan saya sakiti lehernya.”
Benar saja Rasul tertawa mendengarnya, kemudian beliau mengatakan, “Tahukah kau wahai Umar, mereka (para istri beliau) sekarang berada di sekelilingku juga sedang meminta uang belanja.”
Umar dan Abu bakar pun melotot ke arah putri-putri mereka. Kemudian Umar–dengan bercanda– menyakiti leher Hafshah, putrinya yang juga istri Rasulullah, sementara Abu Bakar menyakiti leher Aisyah.
Umar mengatakan, “Engkau telah meminta apa yang tidak ada pada diri Rasulullah!
Karena peristiwa ini Rasulullah mengasingkan diri tidak menemui istri-istrinya selama 29 hari (dalam riwayat lainnya 30 hari). Rasulullah marah dengan sikap istri-istrinya. Hingga akhirnya Allah menurunkan surah al–Ahzab ayat 28 dan 29.
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut’ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. Dan jika kamu sekalian menghendaki (keridhaan) Allah dan Rasulnya-Nya serta (kesenangan) di negeri akhirat, maka sesungguhnya Allah menyediakan bagi siapa yang berbuat baik diantaramu pahala yang besar.”
Rasulullah kemudian mendatangi Aisyah pertama kali dan Aisyah memilih untuk bersama Rasul dan memilih akhirat. Begitupun dengan istri-iseri yang lain memilih Rasul dan akhirat di sisi mereka.
Istri-istri nabi hingga akhir hayat mereka hidup dalam kesederhanaan. Aisyah ra. Berkata, “Pada waktu Rasulullah saw. Wafat di rumah saya tidak ada sesuatu pun yang bisa dimakan kecuali sedikit tepung gandum yang terletak di atas rak, itu pun sisa dari yang telah saya makan sehingga setelah saya takar-takar maka habislah tepung itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Mereka tidak pernah lagi meminta tambahan nafkah kepada Rasulullah meski tahu suaminya serorang pemimpin umat.
Mereka tidak memberatkan suaminya dengan permintaan harta benda. Mereka tinggal di dalam rumah-rumah di sekitar masjid nabawi yang telah disiapkan untuk mereka.
Atha’ Al Khurasani menuturkan, “Saya menemukan kamar-kamar para istri Rasulullah terbuat dari pelepah pohon kurma. Di atas pintu-pintunya terdapat hiasan dari bulu berwarna hitam.
Saya pun membaca surat Khalifah Al Walid yang menginstruksikan agar kamar-kamar para istri Rasulullah tersebut dimasukan dalam lokasi masjid nabawi. Maka saya tidak melihat banyak orang menangis hari itu.”
Istri-istri nabi ini memberi teladan yang sudah semestinya kita tiru. Kedudukan suaminya tidak lantas membuat mereka hidup berfoya-foya dan seenaknya.
Mereka malah memanfaatkan kedudukan mereka untuk kemaslahatan umat ini. Berlomba-lomba dalam kebajikan dan menaati Allah dan Rasulullah saw.
[Maya Agustiana/Cms]
Sumber: Kisah 35 Sahabiyah, Syeikh Mahmud Al Misri, Ummul Qura dan Al-Wafa, Kesempurnaan Pribadi Nabi Muhammad SAW, Ibnu Jauzi