USTAZ Mohamad Fauzil Adhim sering didatangi oleh pasangan suami istri yang sedang berkonflik tentang masalah rumah tangganya. Ia menemukan satu hal yang paling penting dalam terselesaikannya masalah rumah tangga yaitu i’tikad baik.
Berikut ini beberapa kisah yang disampaikan oleh Ustaz Mohamad Fauzil Adhim:
1. Kasus Pertama
Lelaki itu datang. Tangannya penuh luka, bekas amukan istrinya.
Begitu mendapat jawaban bahwa ini adalah rumah saya, tempat yang dia tuju, lelaki itu segera bercerita panjang. Menangis. Tak menyadari keadaan. Saya tinggal ke dapur pun dia tetap berbicara. Sangat emosional.
Menandakan persoalannya sangat berat sampai-sampai tak mampu mengatur dirinya. Langsung berbicara tanpa menunggu saya siap. Bahkan ketika saya tinggal, dia tetap bercerita penuh emosi.
Saya merasa tidak mampu membantu. Masalahnya begitu berat. Tetapi harus berusaha karena tidaklah dia datang ke tempat saya, kecuali ada amanah yang harus saya perhatikan.
Begitu emosinya reda, lelaki itu segera minta maaf. Saya memberinya tissue untuk menyeka airmatanya yang sudah berhenti mengalir, tetapi masih menggenang dan sesekali menetes.
Saya mendengarkan dia bertutur. Istrinya sangat kasar kepadanya, tetapi dia masih menunjukkan iktikad baik dan berusaha dengan sungguh-sungguh untuk memperbaiki rumah-tangganya.
Lelaki itu meninggalkan rumah-tangga dengan wajah yang berbeda. Lebih lega. Saya tidak tahu, nasehat mana yang bermanfaat. Tetapi ada satu hal yang saya belajar darinya: i’tikad baik dan kesungguhan.
Beberapa bulan kemudian saya bertemu. Rumah-tangganya sudah baik. Akrab sekali dia dengan istrinya. Dia berterima-kasih, tetapi jangan tanyakan kepada saya apa saya sampaikan kepada lelaki itu.
Saya merasa, yang sampaikan hanyalah wasilah. I’tikad baik dan kesungguhannya yang menjadi sebab pertolongan Allah.
Baca Juga: Ketika Suami Istri Mulai Saling Curiga
I’tikad Baik bagi Pasangan Suami Istri yang Berkonflik
2. Kasus Kedua
Kasus yang ini berbeda lagi. Suami-istri mengendarai mobil yang lumayan mewah. Mereka datang bersama anaknya. Tetapi mereka tidak saling bicara.
Ketika istrinya perlu kunci mobil, ia minta melalui anaknya, anak sampaikan ke bapak, lalu dia terima kunci dan bapaknya, untuk kemudian diserahkan kepada ibunya yang berjarak sekitar 70 cm dari bapaknya.
Hubungan yang dingin, hambar dan tak bersahabat. Bukan karena persoalan berat sebenarnya. Tetapi masing-masing merasa paling banyak dan sudah terlalu banyak berkorban.
Saya menyampaikan beberapa nasehat. Masalahnya sangat sederhana (sebenarnya). Tetapi yang rumit adalah, masing-masing merasa selama ini dialah yang paling banyak berkorban, paling sering mengalah dan paling banyak berbuat baik demi keluarga.
“Saya mau berubah asalkan dia dulu yang memulai.” Dan beberapa bulan kemudian, mereka cerai. Jalan untuk kembali seperti telah tertutup. Masalah yang ringan jadi berat.
Masing-masing tidak sama temukan i’tikad baik dan kesungguhan. Mereka memenangkan egonya. “Saya harus menghagari diri saya sendiri sebelum orang lain,” katanya.
3. Kasus Ketiga
Suami-istri itu datang berdua. Satu mobil. Tetapi mereka masuk tanpa mau berdekatan. Duduk pun tidak mau berdampingan.
Tak perlu waktu lama untuk menggali. Salah satu dari mereka segera menceritakan masalah, ditimpali oleh yang satunya. Bertengkar di depan saya.
Tetapi ada satu hal yang unik, mereka sering sekali menyatakan kebaikan pasangannya dan menunjukkan bahwa mereka datang karena masih percaya kepada pasangan serta masih punya harapan. Masing-masing juga beberapa kali menyampaikan kekurangan serta kemungkinan salah pada dirinya.
Saya harus bersabar untuk menemukan celah (bukan cela, ya…) dan momentum yang tepat untuk berbicara, mengingat emosi mereka yang meninggi. Saya hanya berharap kehadiran serta kesungguhan mereka menjadi sebab kebaikan.
Ketika saatnya tiba, saya berbicara kepada mereka. Memberi kesempatan kepada masing-masing. Tetapi sampai waktu mendekati habis, belum kunjung ada titik terang. Sempat terjadi memanas. Lega ketika mereka bergandengan tangan, istrinya menyandarkan kepala di pundak suami, lupa kalau masih di ruang konsultasi.
Sekali lagi, saya melihat i’tikad baik mereka sangat penting bagi terselesaikannya masalah.
Allahu’alam Bishowab