HIKMAH, di balik dari kisah taubat Adam dan Hawa. Allah berfirman, “Tuhan menyeru mereka, “Bukankah Aku telah melarang kamu dari pohon itu dan Aku telah mengatakan bahwa sesungguhnya setan adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?” Keduanya berkata, “Ya Tuhan kami, kami telah menzhalimi diri kami sendiri.
Jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.” (Al-A’raf: 22-23). Ini adalah pengakuan dari Adam dan penyerahan diri kepada Allah. Ia bersimpuh, tunduk, merendah, dan mengharapkan pengampunan di saat-saat yang tepat.
Baca juga: Penciptaan Nabi Adam dan Hikmah yang Dikandungnya
Hikmah di Balik Kisah Taubat Adam dan Hawa (1)
Itulah rahasianya dan cara yang memang seharusnya dilakukan, jika cara itu yang ditempuh oleh siapapun dari anak cucu yang hidup setelah Adam, maka yang ia dapatkan hanyalah kebaikan, baik di dunia maupun di akhirat.
Lalu ayat selanjutnya disebutkan, “(Allah) berfirman, “Turunlah kamu! Kamu akan saling bermusuhan satu sama lain. Bumi adalah tempat kediaman dan kesenanganmu sampai waktu yang telah ditentukan.” (Al- A’raf: 24). Ini adalah titah dari Allah untuk Adam, Hawa, dan juga iblis.
Ada juga yang mengatakan, bahwa ular juga termasuk dalam titah tersebut. Mereka semua diperintahkan untuk turun dari surga dalam keadaan saling bermusuhan dan membenci satu sama lain.
Penafsiran yang mengikut sertakan ular dalam titah tersebut juga diperkuat dengan adanya hadits Nabi yang memerintahkan untuk membunuh semua jenis ular, beliau bersabda, “Kami tidak pernah membiarkannya hidup begitu saja sejak kami memeranginya.”
Lalu pada surat Thaha disebutkan, “Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain.” (Thaha: 123). Perintah ini ditujukan kepada Adam dan iblis. Hawa ikut serta bersama Adam, sedangkan ular ikut serta bersama iblis.
Namun ada juga yang mengatakan, perintah ini adalah untuk mereka semua meski bentuknya mutsanna (untuk dua orang), sama seperti bentuk mutsanna pada firman Allah, “Dan (ingatlah kisah) Dawud dan Sulaiman, ketika keduanya memberikan keputusan mengenai ladang, karena (ladang itu) dirusak oleh kambing-kambing milik kaumnya. Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.” (Al-Anbiyaa’: 78).
Sebenarnya, keterangan pada ayat tersebut mengenai hakim yang tentu saja hanya memutuskan antara dua pihak yang berseteru, yaitu pendakwa dan terdakwa, karenanya di akhir ayat tersebut dikatakan, “Dan Kami menyaksikan keputusan (yang diberikan) oleh mereka itu.”
Sumber: Kisah Para Nabi – Imam Ibnu Katsir
[Vn]