ChanelMuslim.com – Mungkin sebagian sahabat Muslim belum tahu bahwa ternyata Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam baru menghancurkan berhala setelah 21 tahun ia berdakwah. Itu artinya beliau melakukannya di akhir-akhir masa dakwahnya dari total 23 tahun.
Tentunya, hal ini beliau lakukan bukan tanpa alasan. Menyembah berhala adalah perbuatan yang paling mungkar dari umat Muhammad. Dan sejatinya kemungkaran harus dilawan, tidak bisa dibiarkan saja eksis di muka bumi.
Berhala di Jazirah Arab merupakan simbol yang paling kental. Masyarakat arab saat itu tidak bisa lepas dari penyembahan berhala. Mereka sangat bergantung padanya.
Baca Juga: Mendekatkan Diri dengan Rasulullah di Bulan Syaban, Bulannya Rasulullah
Alasan Rasulullah Menghancurkan Berhala Setelah 21 Tahun Berdakwah
Manusia pada satu titik akan mengandalkan sesuatu yang lebih hebat dari dirinya, dan masyarakat Arab saat itu merasa bahwa berhala adalah tempat mereka bergantung.
Ini juga bagian dari fitrah manusia yang akan selalu bergantung pada sesuatu selain dirinya, namun penempatan sesuatu yang lebih hebat itu masih banyak yang salah memahami.
Bahkan orang Ateis, yang tidak mengakui adanya tuhan, mereka tetap akan mengandalkan dan bergantung pada sesuatu yang lebih dari dirinya, yaitu nafsu dan materi.
Demikian pula dengan Fir’aun yang pada akhirnya mengatakan, “Aku akui bahwa ada Tuhannya Musa dan Tuhannya Harun.”
Pengakuan itu keluar dari lisan Fir’aun untuk menghentikan kesengsaran bertahun-tahun yang melanda Mesir akibat bencana penyakit dan wabah yang tidak kunjung usai.
Kesuksesan Fir’aun dalam mengatur masyarakatnya dijadikan paramater baginya untuk memerintahkan mereka menyembahnya serta mengakuinya sebagai tuhan.
“Bukankah kalian lihat irigasi yang membuat kalian bisa menghasilkan panen yang melimpah itu mengalir dari bawah kakiku?” kata Fir’aun.
Saat bencana melanda akibat kesombongannya itu, Fir’aun meminta kepada Musa supaya Allah menghentikan bencana tersebut.
Ia melakukannya karena khawatir atas protes masyarakat Mesir yang mempertanyakan legitimasi dirinya sebagai tuhan karena bencana yang tak kunjung usai.
Dengan demikian, manusia pada dasarnya akan mengakui bahwa ada sesuatu yang lebih hebat daripada dirinya.
Kembali pada penghancuran berhala yang dilakukan Nabi setelah 21 tahun berdakwah.
Nabi Muhammad bisa saja langsung menghancurkan berhala di awal dakwahnya. Namun tidak ia lakukan karena penyembahan berhala pada saat itu begitu kuat. Sistem yang menaunginya juga sangat kokoh.
Yang menjadi masalah bagi Nabi, bukan hanya meruntuhkan patung berhala saja namun juga bagaimana meruntuhkan pemberhalaan dan sistem yang mendukungnya.
Efektivitas dakwah adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh Nabi dalam dakwahnya. Penyembahan berhala hanya sebagian kasus dari dakwah, sedangkan dakwah yang efektif adalah yang dilakukan secara menyeluruh dan mendasar.
Wahyu Al-Qur’an yang pertama kali turun kepada Nabi bukanlah perintah untuk menghancurkan berhala, namun iqra’ yang mengandung peritah untuk menuntut ilmu.
Permasalahan yang paling mendasar adalah ketiadaan ilmu yang benar berdasarkan petunjuk wahyu, Maka penyelesaiannya adalah dengan ilmu bukan penghancuran berhala.
Membaca wahyu dan memahaminya hingga melahirkan ilmu akan menghasilkan pemikiran manusia yang menjadi titik tolak perubahan besar.
Sebaliknya manusia yang argumentasinya bukan ilmu maka ia akan membangun argumentasi dengan selainnya yaitu berhala.
Berhala disini memiliki arti beragam. Jabatan, materi, nafsu adalah bagian dari berhala karena dengan itu semua manusia yang membangkang akan menempatkan kebenaran.
Maka dari itu kesimpulan atas keputusan Rasulullah menghancurkan berhala setelah 21 tahun berdakwah adalah demi tercapainya efektivitas dakwah. Jika tidak, maka dakwah yang beliau lakukan akan dipenuhi dengan perlawanan yang tidak kunjung usai. [Ln]