ChanelMuslim.com – Persiapan ruhani menuju Ramadan. Ramadan tinggal menghitung hari. Inilah momen terbaik untuk menyiapkan diri agar ibadah di Ramadan bisa maksimal.
Bukan soal pernak-pernik konsumsi. Tapi tentang fisik, ruhani, dan pembiasaan ibadah.
Seperti sebuah pertandingan, Ramadan merupakan ajang dan momen yang begitu penting. Khususnya buat umat Islam. Karena di bulan itulah, pahala dilipatgandakan, ampunan Allah dihamparkan, dan keberkahan dilimpahkan.
Baca Juga: Persiapan Sambut Ramadhan
Sayangnya, tidak semua kita memiliki strategi yang jitu agar berjaya di bulan Ramadan. Sebagian kita seperti menganggap biasa. Tak ada latihan puasa. Tak ada pembiasaan ibadah malam. Bahkan, kapan Ramadan datang pun belum terpikir jelas.
Dampaknya, seperti yang selalu terjadi di setiap tahun. Kita “berlari” kencang di awal start agar bisa mengikuti arus kiri kanan yang juga seperti itu. Hari kedua dan ketiga masih stabil.
Hari keempat dan kelima mulai goyah. Setelah sepekan, Ramadan pun berlalu tak ubahnya seperti bulan-bulan lain. Hanya puasa yang masih bisa dipertahankan.
Padahal, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat radhiyallahum ajma’in sudah memberikan teladan. Harus ada persiapan jauh-jauh hari sebelum Ramadan datang.
Seperti apa persiapannya?
Persiapan Ruhani Adaptasi dengan Berpuasa
Satu bulan sebelum datangnya Ramadan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam selalu berpuasa sunnah. Sedemikian seringnya, para sahabat termasuk istri Nabi mengira Nabi berpuasa sebulan penuh di bulan Sya’ban.
Usamah bin Zaid pernah terheran dengan rajinnya Rasulullah berpuasa sunnah di bulan Sya’ban. Ia pun menanyakan hal itu kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah, aku belum pernah melihatmu berpuasa sebanyak ini selain di bulan Sya’ban (dan Ramadan tentunya, red)?”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengatakan, “Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai, yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam.
Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.” (HR. An Nasa’i. Syaikh Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Aisyah radhiyallahu ‘anha mengatakan, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam biasa berpuasa, sampai kami katakan bahwa beliau tidak berbuka. Beliau pun berbuka sampai kami katakan bahwa beliau tidak berpuasa.
Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Jadi, latihlah fisik dan mental kita setidaknya sebulan sebelum Ramadan datang. Yaitu, latihan dalam bentuk puasa sunnah di bulan Sya’ban. Mulai dari puasa Senin Kamis, puasa di tanggal 13,14, dan 15 atau ayyamul baidh, dan seterusnya.
Jangan justru sebaliknya. Mumpung belum masuk bulan Ramadan, puas-puasin makan dan minumnya di siang hari. Kalau ini yang terjadi, puasa Ramadan akan berantakan.
Perbanyak Ibadah
Persiapan lain adalah dengan memperbanyak ibadah. Mulai dari shalat berjamaah, tilawah Alquran, zikir pagi petang, shalat malam, shalat Dhuha, dan shalat sunnah rawatib. Plus, mulai memperbanyak infak dan sedekah.
Selain sebagai latihan dan pembiasaan, hal ini merupakan sunnah Nabi di bulan Sya’ban. Dan pada bulan Sya’ban, seluruh amal kita akan dinaikkan kepada Allah subhanahu wata’ala.
Mengendurkan Syahwat
Dari rangkaian persiapan yang diteladani Nabi pada hari-hari sebelum datangnya Ramadan, menunjukkan bahwa ada upaya untuk mengendurkan syahwat. Mulai dari syahwat makan dan minum, syahwat untuk bersantai, dan syahwat yang lainnya.
Hal tersebut sudah masuk dalam program puasa sunnah yang dilakukan terus-menerus di semua momen yang disunnahkan di bulan Sya’ban. Dengan begitu, ketika Ramadan datang, kita tidak lagi direpotkan dengan tarikan dan godaan syahwat mulai dari nol.
Karena selama bulan Sya’ban, tarikan dan godaan tersebut sudah dibiasakan untuk ditundukkan. Dan ketika Ramadan tiba, kita tinggal meraup panen sebanyak-banyaknya. Beribadah sebagus-bagusnya sehingga Ramadan kita menjadi begitu bernilai. (Mh)