PERJALANAN membalut duka. Sampai tulisan ini diposting, jumlah korban gempa di Turki telah menembus angka 43 ribu, jauh melebihi perkiraan WHO yang semula “hanya” memprediksi 20 ribu.
Korban jiwa bukan sekadar deretan angka yang terus diupdate secara berkala. Namun ada duka yang tak terlukiskan di sana.
Anak-anak yang tetiba menjadi yatim piatu. Orangtua yang kehilangan anak-anaknya. Suami/istri yang kehilangan belahan jiwanya, dan seterusnya.
Kehilangan orang yang kita cintai, mendadak atau sempat menata hati semisal karena sudah sepuh atau telah lama berjuang melawan sakitnya, tetap saja menimbulkan kesedihan yang mendalam.
Ada ruang hampa yang tiba-tiba menganga di dalam hati. Mereka yang kemarin masih terlihat wujudnya, mendadak lenyap seperti kepulan asap tak berbekas. Yang pernah kehilangan, pasti bisa merasakan.
Sebuah tim penelitian dari tiga universitas di Inggris menyebutkan kehilangan orang yang dicintai bisa menyebabkan munculnya kecemasan, depresi, hingga stress berat.
Penulis buku Journey to the Light Uttiek M. Panji Astuti menulis, Salah satu cara positif yang bisa dilakukan untuk menghalau kesedihan itu adalah dengan berolahraga, sebagaimana hasil penelitian yang dipublikasikan Sports Medicine.
Terapis spesialis trauma yang berbasis di London, Olivia James, menjelaskan bahwa olahraga bisa menjadi cara untuk membangkitkan naluri bertahan hidup.
“Olahraga dapat membantu merangsang sistem syaraf, membantu membangkitkan naluri bertahan hidup, dan mengatur suasana hati serta pola tidur.”
Olahraga dapat menciptakan rasa kebebasan dan memungkinkan orang yang berduka untuk mengekspresikan perasaan mereka sambil mengalihkan perhatian dari kesedihan.
Kesedihan adalah hal yang sangat manusiawi. Bahkan manusia paling mulia di muka bumi ini pun pernah merasakannya.
Peristiwa itu terjadi pada bulan Rajab tahun ke-10 kenabian.
Enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan suku Quraish terhadap Bani Hasyim, paman sekaligus pelindung Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam, Abu Thalib wafat di usia 80 tahun.
Baca Juga: 3 Pertanyaan tentang Perjalanan Malam Isra Miraj
Perjalanan Membalut Duka
View this post on Instagram
Di saat hatinya masih berselimut duka, hanya berselang tiga hari, wanita yang paling dicintai, yang masih selalu disebut-sebut namanya sepeninggal dirinya, Ibunda Khadijah, menghadap Allah di usia 65 tahun.
Tak terbayangkan bagaimana remuknya hati Sang Mustafa. Dengan tangannya yang mulia, ia baringkan jasad Ibunda Khadijah di liang lahat dan meratakan kuburnya dengan tanah.
Seakan belum cukup, kesedihan yang mendera masih bertambah dengan penolakan penduduk Thaif atas dakwahnya. Kali ini tak hanya hatinya yang terluka, namun fisiknnya pun berdarah-darah akibat lemparan batu.
Duka yang mendalam itu Allah ganti dengan pelipur lara yang tiada bandingnya.
Perjalanan semalam ke Baitul Maqdis dan mi’raj ke Sidharatul Muntaha untuk menjemput perintah shalat. Peristiwa yang kemudian dikenal sebagai Isra’ Mi’raj.
Melalui peristiwa itu, tak hanya Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam yang terhibur hatinya, sebab perintah shalat juga menjadi penghibur setiap hati yang tengah gulana dirundung duka.
“Perbaiki shalatmu, maka Allah akan menghilangkan kesedihanmu dan mempermudah segala urusanmu.”[ind]