ChanelMuslim.com- Sosok Abu Nawas sering dipersepsikan salah. Seperti sebagai humoris atau komedian. Padahal, Abu Nawas lebih sebagai seorang sastrawan yang sufi.
Nama aslinya Abu Ali Al-Hasan Al-Hakami. Ia biasa dipanggil Abu Nuwas atau Abu Nawas. Ia lahir di Kota Ahvaz Persia atau sekarang Iran pada tahun 747 Masehi.
Meski lahir di Persia, Abu Nawas sebenarnya keturunan Arab. Sejak kecil ia yatim, dan oleh ibunya diajak pindah ke Baghdad, Irak. Di situ, Abu Nawas belajar tentang Ilmu Al-Qur’an, Hadis, dan Sastra Arab.
Ia belajar dari para sastrawan Arab di Baghdad. Bahkan, untuk memperhalus bahasa Arabnya, Abu Nawas pergi ke perkampungan Badui yang masih sangat asli mengaplikasikan bahasa Arab sehari-hari.
Karena kecakapannya dalam sastra Arab, Khalifah Harun Al-Rasyid mengajaknya untuk bergabung dalam pemerintahannya.
Saat-saat bersama pemerintahan Harun Al-Rasyid, Abu Nawas tergelincir dalam arus kehidupan yang hedonis. Ia dekat dengan budaya minuman keras, wanita, dan kehidupan glamour lainnya.
Tidak heran jika begitu banyak karya sastranya yang bercerita tentang hal tersebut. Tentang minuman keras, pujian-pujian tentang cinta, tentang wanita, dan lainnya.
Pemerintah Mesir bahkan pernah membakar sekitar 6 ribu karya sastra Abu Nawas yang dianggap tidak pantas karena berbau homoseksual.
Karya-karya Abu Nawas yang begitu banyak dikabarkan masih tersimpan di Austria, Jerman, dan negara-negara Eropa lainnya.
Momen Taubat
Allah subhanahu wata’ala berkehendak lain terhadap Abu Nawas. Di saat masa jayanya yang sangat glamour dan rusak itu, sebuah peristiwa tidak mengenakkan Abu Nawas terjadi.
Khalifah Harun Al-Rasyid memasukannya ke penjara karena merasa dihina dengan sebuah karya sastra Abu Nawas tentang Kafilah Bani Mudhar.
Saat itulah, Abu Nawas menemukan pertaubatannya. Ia menyadari telah begitu jauh dari Islam. Begitu jauh dari perbuatan yang diridhai Allah.
Yang namanya sastrawan tetaplah sastrawan meskipun dalam suasana hidup yang berbeda. Justru di saat kembalinya Abu Nawas ke jalan Islam, ia banyak membuat karya sastra yang begitu memukau.
Salah satunya adalah syair yang berjudul I’tiraf atau tentang pengakuan diri. Syair ini begitu populer di Indonesia.
Begini di antara arti syair tersebut…
Ilahi,
rasanya aku tak pantas mendapatkan surgamu
tapi aku juga tak sanggup masuk ke nerakamu
limpahkanlah taubatMu kepadaku
karena sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pengampun dosa
Di syair yang lain, Abu Nawas juga membuat permohonan dengan sangat kepada Allah untuk bisa diampuni segala dosanya. Antara lain…
Ilahi,
Kalau hanya orang-orang baik yang bisa memperoleh belas kasihMu
Lalu kemana lagi orang-orang jahat akan mengadu selain kepadaMu
Sayangnya, di Indonesia, sosok Abu Nawas yang sastrawan ini kerap tertukar dengan sosok jenaka Nasiruddin Hoja.
Keduanya memang tokoh sufi yang memberikan nasihat melalui karya sastra yang kadang jenaka. Tapi, Abu Nawas bukanlah Nasiruddin Hoja. Keduanya terpisah masa yang sangat jauh.
Abu Nawas tinggal di Baghdad pada abad ke-8 masehi. Sementara, Nasiruddin Hoja tinggal di Turki pada abad ke-13 masehi.
Kesalahan lain tentang sosok Abu Nawas di tanah air, kadang penyair hebat ini dipersepsikan sebagai tokoh licik yang penuh muslihat. Wallahu a’lam. [Mh]