SEDERET ulama berikut menjadi menantu para ulama atau guru mereka tak lain karena sang guru sudah mengetahui kualitas muridnya.
Dikutip dari tulisan Uttiek M. Panji Astuti dari IG @uttiek.herlambang, bagi sebagian perempuan, salah satu momen romantis adalah saat anniversary alias ulang tahun pernikahan.
Sebuah penelitian yang dilakukan Sheilas’ Wheels menemukan fakta menarik, satu dari lima perempuan membeli bunga atau hadiah untuk diri sendiri saat anniversary.
Apa pasal? Mereka tidak mau bersedih karena pasangannya lupa hari istimewa itu!
Mengapa pria seringkali lupa dengan tanggal-tanggal yang dianggap istimewa oleh perempuan, seperti ulang tahun atau anniversary?
Peneliti dari Institute of Psychiatry, King’s College London, menjelaskan bahwa proses di otak pria dan perempuan tak sama saat membuat koneksi baru.
Koneksi tersebut dibutuhkan untuk menciptakan kenangan jangka panjang.
Otak pria didesain untuk lebih mudah mengingat kenangan “taktis”, seperti arah perjalanan, hobi, cara memperbaiki sesuatu dan sebagainya.
Sedang otak perempuan didesain untuk lebih mudah mengingat kenangan indah, seperti momen saat pertama bertemu, hari-hari penting, dan hal-hal kecil yang menyenangkan lainnya.
Memang tidak semua perempuan mengaitkan hal romantis dengan kenangan semacam itu. Salah satunya adalah putri ulama terkemuka Said bin Al Musayib.
Disebutkan bahwa putri sang ulama ini tak hanya cantik namun juga sangat cerdas. Ia menguasai hampir seluruh ilmu ayahnya.
Tak heran banyak bangsawan melamarnya, termasuk putra-putra Khalifah dari Bani Umayyah. Tapi semua pinangan itu ditolak ayahnya.
Sang alim memilih menikahkan putrinya dengan muridnya sendiri, seorang duda miskin yang tekun belajar bernama Abdullah bin Abi Wida’ah.
Menariknya, setelah menikah momen romantis mereka berdua adalah belajar bersama, di mana putri sang ulama mengajarkan banyak ilmu pada suaminya.
Baca Juga: Yang Dimaksud dengan Keberkahan Bersama Para Ulama
Menantu Para Ulama
View this post on Instagram
Sederet ulama terkemuka memilih mengambil muridnya sebagai menantu, seperti yang dilakukan Said bin Al Musayib. Istimewanya, ia pun menikah dengan putri gurunya, Abu Hurairah.
Imam Ibnu Katsir menikah dengan putri gurunya, Al-Hafidz Abi al-Hajjaj al-Mazziy. Ibnu Hajar al-Haitsami mendapatkan putri gurunya, Al-Hafidz al-‘Iraqi.
Ibnu Muflih al-Hanbali menikah dengan putri gurunya, Jamal al-Din al-Mirdawi. Syaikh Abu al-Khair al-Midani dengan putri gurunya Syaikh Isa al-Kurdi, dan banyak nama lainnya lagi.
Mengapa banyak ulama memilih muridnya sebagai menantu? Tak lain karena mereka tahu kualitasnya, sehingga merasa aman menyerahkan putri tercinta pada orang terpercaya.
Di sini, adakah yang diambil menantu oleh gurunya, atau menjadikan muridnya sebagai menantu? Sebuah pilihan yang tepat, sebagaimana yang dicontohkan para alim terdahulu.[ind]