KETIKA luka menghasilkan cahaya ditulis oleh Ustaz Cahyadi Takariawan.
Tak terbayangkan, bagaimana tubuh tanpa luka. Tak terbayangkan, bagaimana jiwa tanpa duka.
Perasaan kita bisa terluka. Pikiran kita bisa terluka. Tubuh kita bisa terluka. Meskipun mekanisme penyembuhannya akan berbeda-beda.
Menurut Stephen Hopkins (2001), pikiran (dan perasaan) manusia jauh lebih sulit untuk diobati daripada tubuh mereka.
Hal ini karena jiwa manusia mempunyai kapasitas untuk merasionalisasi, mengabaikan atau menyangkal hal-hal yang tidak menyenangkan jika hal itu bertentangan dengan persepsi diri.
Tak jarang manusia menolak (denial) luka-luka mereka.
Dengan jiwa yang telah lama terluka, mereka mengatakan “Aku tidak apa-apa,” atau “Aku baik-baik saja.”
Mungkin mereka menganggap luka itu menyedihkan. Luka itu memprihatinkan, dan luka adalah kelemahan.
Maka banyak orang mengingkari bahwa diri mereka terluka.
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Padahal, luka itulah yang menghasilkan cahaya. Luka akan menumbuhkan pengetahuan, kebijaksanaan, dan pengalaman spiritual.
Luka adalah salah satu pintu hadirnya perasaan ketuhanan dan sekaligus kemanusiaan.
Seperti kata Rumi, “The wound is the place where the Light enters you.”
Luka adalah tempat di mana cahaya masuk ke dalam dirimu, ujar Rumi.
Maka biarkan cahaya itu memasuki jiwamu, melalui luka.
Karena tanpa luka, hidupmu tak akan sempurna. Kamu tak akan mendapatkan kebijaksanaan apa-apa jika takpernah terluka.
Zakiah Darajat (1990) menyatakan, ketenangan hidup, ketentraman jiwa atau kebahagiaan batin tidak banyak tergantung kepada faktor-faktor luar; seperti sosial, ekonomi, politik, adat kebiasaan dan sebagainya.
Ketenteraman jiwa lebih tergantung kepada cara dan sikap menghadapi faktor-faktor tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terhadap para pasien yang terganggu kesehatan mentalnya, Zakiah menyimpulkan bahwa kesehatan mental yang terganggu dapat memengaruhi keseluruhan hidup seseorang.
Ketika Luka Menghasilkan Cahaya
Pengaruh itu adalah perasaan, pikiran, kelakuan, kesehatan badan.
Adapun yang tergolong penyakit jiwa (psychoses) menjadi lebih berat lagi.
Sehat adalah kondisi dimana seseorang mampu terhindar dari gangguan jiwa (neorosis) dan penyakit jiwa (psychoses).
Penyakit jiwa (psichoses) adalah kelainan kepribadian yang ditandai oleh mental dalam (profound-mental) dan gangguan emosional.
Penyakit tersebut dapat mengubah individu normal menjadi tidak mampu menyesuaikan dirinya dalam masyarakat (abnormal).
Dua istilah yang dapat diidentifikasikan dengan psychoses ini adalah insanity dan dementia.
Insanity adalah kondisi yang menunjukkan bahwa individu itu kacau dan terganggu akibat tindakannya.
Baca juga: Memperbaiki Luka Batin pada Anak dan Remaja
Sedangkan dementia digunakan untuk kebanyakan kelainan mental, tetapi secara umum kini diinterpretasikan sebagai sinonim dengan kekacauan mental (mental disorder) yang menyolok.
Kebanyakan semua penyakit jiwa ini disertai dementia (James D, Page. 1978:209).
Seseorang yang terserang penyakit jiwa, kepribadiannya terganggu dan selanjutnya menyebabkan kurang mampu menyesuaikan diri dengan wajar dan tidak sanggup memahami problemanya.
Seringkali orang yang sakit jiwa tidak merasa bahwa dirinya sakit, sebaliknya ia menganggap dirinya normal, bahkan lebih baik, lebih unggul, dan lebih penting dari yang lain (Zakiah Darajat, 1990).
Hasan Muhammad as-Syarqawi dalam kitabnya Nahw ‘Ilmiah Nafsi (1970), membagi penyakit jiwa dalam sembilan bagian, yaitu: pamer (riya’), marah (al-ghadhab), lalai dan lupa (al-ghaflah wan nisyah), was-was (al-was-wasah), frustrasi (al-ya’s), rakus (tama’), terperdaya (al-ghurur), sombong (al-ujub), dengki dan iri hati (al-hasd wal hiqd).
Dalam kesehatan mental, sembilan sifat di atas merupakan indikasi dari penyakit kejiwaan manusia (psychoses).
Maka jika mengalami atau memiliki salah satu dari sembilan penyakit jiwa di atas, harus segera mengupayakan penyembuhan diri.[Sdz]