KITA bisa mengambil keteladanan Khadijah dalam kematangannya berpikir. Setelah menikah dengan Rasulullah, Khadijah memberi keteladanan dalam kematangan akal dan pikiran.
Ia tidak panik tatkala suaminya dalam kebingunan menerima wahyu pertama. Ia jawab dengan yakin bahwa Allah tidak akan menghinakan suaminya.
Jawaban itu ia kuatkan dengan alasan-alasan. Sehingga sang suami benar-benar merasa tenang. Tidak cukup sampai di situ, ia bawa suaminya ke Waraqah agar semakin tenang dengan peristiwa ajaib yang tengah terjadi.
Baca Juga: Pernikahan Rasulullah dan Khadijah yang Diberkahi
Keteladanan Khadijah dalam Kematangannya Berpikir
Setelah Rasulullah menerima wahyu Allah, Khadijah banyak membantu dakwah Islam. Menjadi orang pertama yang beriman sudah merupakan hal yang sangat penting bagi Rasulullah.
Rasulullah tidak lagi harus berjuang ekstra keras karena sudah mendapat dukungan dari orang terdekat. Tidak hanya itu, setelah memeluk Islam beliau juga mengorbankan hidupnya.
Kehidupan yang tenang dan nyaman, berubah menjadi kehidupan yang menantang dan penuh gangguan. Kehidupan dakwah, jihad, dan pengepungan. Keadaan tersebut sama sekali tak mengurangi cintanya kepada suaminya, bahkan bertambah cintanya kepada sang suami.
Bertambah cinta karena Allah dan segala keutamaan yang dimiliki suaminya sebagai seorang rasul. Khadijah senantiasa mendampingi dan mendukungnya mencapai tujuan yang diperintahkan Allah Ta’ala.Ketika orang-orang Quraisy memboikot dan mengasingkan bani Hasyim ke pinggiran Mekah, Khadijah tak ragu untuk tetap bersama suaminya.
Waktu pengasingan dan boikot tersebut bukanlah waktu yang singkat. Bani Hasyim begitu menderita, kekurangan makanan, sampai-sampai mereka makan dedaunan karena tak ada makanan. Mereka seolah-olah akan mati kelaparan.
Quraisy memboikot mereka dengan melarang kaumnya untuk menikah dengan pemuda dan pemudi bani Hasyim dan melarang kaumnya untuk melakukan transaksi perdagangan dengan bani Hasyim dan kaum muslim selama tiga tahun.
Dalam penderitaan seperti itu, Khadijah tetap menemani sang suami. Padahal ia dulunya wanita kaya dan berkecukupan.
Apa yang dijalani Khadijah dalam menemani Rasulullah berdakwah mengajarkan bahwa di belakang suami yang tangguh ada istri yang super tangguh.
Begitulah juga dalam rumah tangga kita, untuk mendukung suami harus ada istri yang tangguh sehingga dalam mencapai tujuan, suami lagi tidak disibukkan untuk selalu menghadapi istri yang kerap merajuk, mengeluh atau bahkan membantah suami.
Dalam pernikahan Rasulullah dengan Khadijah kita bisa mengambil banyak pelajaran. Hal terpenting adalah bahwa suami itu bagaimana kondisi istrinya.
Begitu sebaliknya istri itu bagaimana kondisi suaminya baik dari segi dien dan akhlaknya. Jadi, jika kita ingin pasangan kita lebih baik maka perbaiki diri kita terlebih dahulu. [Maya/Cms]