KESETIAAN pemimpin bersama penduduknya. Ustaz Agung Waspodo, S.E, MPP membawakan kisah ini. Ada hadis dalam versi agak panjang dan cukup lengkap, silakan dibaca dan bersabar menuntaskannya.
حَدَّثَنَا يَعْقُوبُ حَدَّثَنَا أَبِي عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِسْحَاقَ حَدَّثَنِي أَبَانُ بْنُ صَالِحٍ عَنْ شَهْرِ بْنِ حَوْشَبٍ الْأَشْعَرِيِّ عَنْ رَابِّهِ
Telah menceritakan kepada kami Ya’qub telah menceritakan kepada kami bapakku dari Muhammad bin Ishaq telah menceritakan kepadaku Aban bin Shalih dari Syahr bin Hausyab Al Asy’ari dari suami ibunya,
Baca Juga: Penduduk Neraka yang paling Ringan Siksanya
Kesetiaan Pemimpin bersama Penduduknya
Seorang lelaki dari kaumnya yang menikahi ibunya setelah ayahnya meninggal, dia termasuk yang menyaksikan peristiwa menjangkitnya penyakit-menular (lepra) (dari) ‘Amwas (yang merajalela), dia berkata;
Ketika wabah merajalela, berdirilah Abu Ubaidah bin Jarrah berkhutbah di hadapan orang-orang dan berkata; “Wahai manusia! sesungguhnya penyakit ini merupakan rahmat dari Rabb kalian, doa para Nabi kalian, dan sebab kematian orang-orang shalih sebelum kalian. Dan sesungguhnya Abu Ubaidah memohon kepada Allah untuk mendapat bagian dari rahmat tersebut.”
Ini adalah bentuk ketaqwaan Abu Ubadah ibnil Jarrah RadhiyalLaahu’anhu sebagai PEMIMPIN ketika wilayahnya sudah terkena wabah! Beliau TIDAK mencoba MENYELAMATKAN DIRINYA SENDIRI dan TIDAK BERDUSTA kepada masyarakat atas keadaan sebenarnya!
Lalu dia terjangkit penyakit lepra tersebut sehingga meninggal dunia -semoga Allah memberikan rahmat kepadanya.
Sebagaimana perkiraan beliau, akhirnya Abu Ubadah ibnil Jarrah RadhiyalLaahu’anhu setia bersama masyarakatnya dan turut gugur sebagai syahid!
Kemudian Mu’adz bin Jabal menggantikan dia untuk memimpin orang-orang, kemudian dia berdiri menyampaikan khutbah setelah wafatnya Abu Ubaidah; “Wahai manusia, penyakit ini merupakan rahmat dari Rabb kalian, doanya para Nabi kalian dan sebab kematiannya para orang-orang shalih sebelum kalian. Dan sesungguhnya Mu’adz memohon kepada Allah agar keluarga Mu’adz mendapat bagian dari rahmat tersebut.
Kemudian Abdurrahman bin Mu’adz, anaknya terjangkit penyakit lepra sampai meninggal.
Dia pun bangkit memohon kepada Rabbnya untuk dirinya, dan akhirnya dia juga terjangkit lepra di telapak tangannya. Sungguh saya melihatnya memperhatikan penyakit lepra tersebut kemudian mencium bagian atas tangannya
Sambil berkata; “Aku tidak senang mempunyaimu dan (aku pergunakan untuk meletakkan perhiasan) dunia ada padamu.”
Ini adalah bentuk ketenangan jiwa salah seorang Qari Rasulullah ShalalLaahu ‘alayhi wa Sallam yang memahami hakikat kehidupan dunia yang sementara! Tidak ada penyesalan melainkan kesiapan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Ketika dia wafat, ‘Amru bin Al Ash menggantikan kedudukannya untuk memimpin orang-orang.
Kemudian dia berdiri menyampaikan khutbah di hadapan kami; “Wahai manusia! sesungguhnya jika wabah ini menjangkiti (di suatu negeri) maka dia akan melahap sebagaimana menyalanya api, maka menghindarlah kalian ke gunung-gunung.”
Ini adalah kecerdasan seorang Amru ibnil Ash RadhiyalLaahu’anhu yang merumuskan solusi dalam mengatasi wabah ini melalui analisis data. Ketika beliau menyimpulkan agar manusia menyebar/menghindari kontak satu dengan yang lain dengan berpencar di pegunungan.
Tetapi Abu Watsilah Al-Hudzali berkata kepadanya; “Demi Allah, kamu telah berdusta, saya pernah menyertai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan kamu lebih buruk daripada keledaiku ini.”
Profil Abu Watsilah al-Hudzali RadhiyalLaahu’anhu adalah sahabat yang menentang pendapat Amru ibnil Ash RadhiyalLaahu’anhu sebagai gubernur Amwas.
Sayang sekali bahwa beliau menggunakan bahasa yang buruk ketika menentang pimpinannya. Selalu ada yang suka menentang dengan berbagai pandangannya, andai mereka sadar bahwa bahaya menanti banyak orang, mungkin tidak sekasar itu!
‘Amru berkata; “Demi Allah aku tidak akan membalas perkataanmu, demi Allah saya tidak akan memperkarakan perkataanmu itu.”
Pada masa genting seperti penyebaran wabah, tidak perlu lama meladeni perbedaan pendapat yang justru akan menghabiskan sumber daya dan waktu berharga bagi pemimpin untuk menyelamatkan warganya yang masih mau menuruti perintah!
Kemudian dia (Amru ibnil Ash) pun keluar dan orang-orang pun keluar berpencar darinya, kemudian Allah melenyapkan wabah tersebut dari mereka.
Sebaik-baik ucapan pemimpin adalah TIDAK BERDUSTA serta dengan TELADAN
Sayang sekali tidak ada keterangan tentang bagaimana rumah sakit diselenggarakan pada masa Khulafa Rasyidin era Umar ibnil Khaththab RadhiyalLaahu’anhu itu,
Sayang sekali tidak diberitahu apakah mereka yang enggan turut dalam kebijakan berpencar ke gunung tersebut akhirnya terkena wabah atau selamat, haditsnya belum selesai..
Ketika pendapat ‘Amru tersebut sampai kepada Umar bin Khaththab, demi Allah dia tidak membencinya.”
Kebijakan gubernur Amru ibnil Ash RadhiyalLaahu’anhu ini disetujui oleh Amirul Mu’minin, alhamdulillah. Andai saja pemimpin pusat itu sinkron dengan pemimpin daerah dan tidak terbelenggu dengan kepentingan dunia atau sibuk dengan pencitraan dirinya!
Abu Abdullah, Abdurrahman bin Ahmad bin Hanbal berkata; “Aban bin Shalih adalah kakek Abdurrahman Musykudanah.”
HR Ahmad no. 1605
Depok, 24 Rajab 1441 Hijriyah
[ind/Cms]