USTAZ Cahyadi Takariawan menjelaskan mengenai kekuatan sebuah kata-kata.
Imam Al-Ghazali bercerita dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, tentang Sahl bin Abdullah at-Tustari.
Ketika Sahl berumur 3 tahun, ia sering bangun malam melihat pamannya, Muhammad bin Siwar, yang sedang shalat malam.
Suatu ketika pamannya membangunkannya sambil berkata, “Bangunlah nak, lihatlah, hati ini sangat sibuk mengingat Allah!”
Ketika Sahl melihat pamannya sibuk shalat malam, pamannya bertanya, “Mengapa kamu tidak berdzikir kepada Allah yang telah menciptakanmu?”
Si keponakan bertanya kepada pamannya, “Bagaimana caranya aku berdzikir kepada Allah?”
Follow Official WhatsApp Channel chanelmuslim.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.
Si Paman menjawab, “Ucapkanlah, Allhumma ma’i, Allahu hafizhi, Allahu nazhirun ilayya. Allah senantiasa bersamaku, Allah senantiasa menjagaku dan Allah senantiasa memperhatikanku”, ucapkanlah bacaan itu 3 kali pada setiap malam.”
Bacaan tersebut diamalkannya beberapa malam. Sampai kemudian sang paman menganjurkannya agar ia mengucapkan bacaan tersebut sebanyak 7 kali, ia pun mengamalkannya dalam beberapa malam.
Kemudian pamannya menyuruhnya agar membaca bacaan tersebut sebanyak 11 kali.
Sang keponakan mentaati perintah pamannya sampai beberapa waktu.
Ternyata dari bacaan itu jiwa dan hati Sahl merasa tenang, tenteram dan bahagia.
Kemudian ia menceritakan apa yang dialaminya ini kepada pamannya.
Kekuatan Kata-kata
Baca juga: 3 Hikmah Berkata Baik atau Diam
Lalu pamannya menasehati, “Wahai Sahl, orang yang selalu merasa bahwa Allah senantiasa bersamanya, Allah senantiasa menjaganya dan bahwa Allah senantiasa memperhatikannya, mana mungkin ia berbuat maksiat kepada-Nya. Hati-hati, jangan sekali-kali engkau durhaka kepada Allah.”
Dalam kisah tersebut terdapat pelajaran penting tentang kekuatan kata kata, dan kekuatan pengulangan.
Bahwa kata kata positif yang diulang ulang akan membekas dan mempengaruhi jiwa seseorang.
Sahl bin Abdullah merasakan tenang dan bahagia, karena yakin selalu bersama Allah.
Sahl bin Abdullah merasakan berani dan tidak penakut, karena yakin selalu dijaga Allah.
Sahl bin Abdullah merasa terjauh dari kemaksiatan, karena yakin selalu dilihat Allah.[Sdz]