ChanelMuslim.com – Kalau Lancar Gratis, oleh: Irene Radjiman
Kisah di bawah ini terjadi pada tahun 1986 – 1991.
Pukul 01:00 WIB dini hari. Hujan sangat deras mengguyur perkampungan yang sudah sangat sunyi.
“Assalamualaikum! Bu Bidan!” Berulang-ulang Jajang mengetuk pintu rumah bu bidan. Terkaget Marya terbangun dari tidurnya. Dibukanya pintu. Hujan masih turun dengan derasnya dalam pekatnya malam. Sesekali kilat menampakkan cahayanya bagaikan gesekan batu raksasa.
“Ada apa Mang Jajang?”
“Isteri saya mau melahirkan Bu!” ujar Jajang mengimbangi suara hujan.
“Oh ya sudah, tunggu sebentar, saya ganti baju dulu.” Marya terburu mengganti pakaiannya, tak lupa memakai jas hujan dan menyiapkan peralatan medis yang diperlukan.
Baca Juga: Empat Penyebab Dilancarkannya Rezeki
Kalau Lancar Gratis
Suami dan anak bungsunya juga ikut terbangun.
“Ada panggilan melahirkan Bu?” Tanya suaminya.
“Iya Yah, Aku berangkat dulu ya, takut Euis kenapa-napa.” Pamit Marya pada suaminya.
“Ibu mau kemana?” Arneta si bungsu bertanya.
“Bi Euis mau melahirkan Nak, Ibu harus cepat ke sana,” jawab Marya tergesa.
Marya keluar dengan diantar oleh suami dan putri bungsunya sampai depan pintu.
“Hati-hati ya Jang!”
“Iya Pak, mohon doanya!”
RX-King yang sudah banyak terkelupas catnya itu menderu menembus derasnya hujan dalam pekatnya malam.
Jarak rumah Marya dengan rumah Jajang sekitar 20 km. Sesampainya di sana, Marya mendapati Euis masih menahan sakit.
“Bu Bidan!” seru Euis saat melihat Marya.
“Tenang ya Is, tarik nafas perlahan Is.”
Perlahan Euis menjadi tenang. Marya mempersiapkan semuanya. Diamatinya rumah Jajang, kira-kira berukuran 4×6, rumah di pelosok pinggiran hutan. Semua menjadi satu di rumah itu.
Ruang tamu sekaligus ruang makan, dapur, kamar tidur. Pembatas antara ruangan satu dengan yang lain adalah gordin yang sudah kumal, entah sudah berapa lama tak dicuci. Mungkin itu adalah gordin semata wayang yang mereka miliki.
Di seberang ranjang Euis, tergolek dua bocah, satu perempuan, satu laki-laki, berusia 3 tahun dan 1,5 tahun. Kedua bocah itu pun ditangani oleh Marya persalinannya. Teringat saat Euis memeriksakan kehamilannya yang ke-3 ditemani oleh Jajang suaminya.
“Saya teh malu sama Bu Bidan, hamil terus, tapi mau KB kok sayang duitnya bu, mending buat beli beras atau kebutuhan yang lain.”
“Kenapa harus malu Is. Nggak apa-apa, orang hamil ada suaminya kok. Anak itu rezeki Is. Banyak lho yang kepingin punya anak, tapi sampai sekarang belum dikasih.”
“Iya sih Bu, kalau mikirnya begitu mah ya, tapi ini Euis teh orang nggak punya tapi bolak balik hamil.”
“Hush! nggak boleh ngomong begitu, harus disyukuri. Anak punya rezekinya sendiri-sendiri.”
Marya tersentak ketika mendengar erangan Euis.
“Aduh Bu Bidan, ini kayaknya mau keluar Bu!”
Terlihat Jajang sedang memompa lampu petromak yang makin meredup.
“Iya Is, ayo mengejan di perut!” Marya memberi instruksi. Euis berusaha mengejan, tapi jabang bayi tak juga mau keluar.
“Mang Jajang, kalau Euis melahirkan lancar, gratis ya Mang, do’ain Mang!” Jajang mengangguk sambil memandang tegang ke arah Marya. Tangan Jajang tengadah, mulutnya komat kamit. Marya terus memberi instruksi dan support pada Euis.
“Oooeeee…”
“Alhamdulillah!” ucap Jajang dan Marya hampir bersamaan. Akhirnya, jabang bayi laki-laki keluar dengan selamat dan lancar. Euis masih berpeluh, namun tersenyum.
Marya membersihkan si jabang bayi, sementara Jajang dengan cekatan membersihkan bekas darah persalinan isterinya sekaligus membungkus ari-ari. Setelah semua selesai, Marya menyerahkan si bayi pada ayahnya untuk diadzani.
“Terima kasih Bu Bidan,” ujar Euis dan Jajang hampir bersamaan.
“Maaf…”
“Sssttt sudah, kan tadi saya juga sudah bilang, kalau lancar gratis,” ujar Marya tersenyum.
“Ya Allah, kami ngerepotin Bu Bidan terus. Belum bisa bales semua kebaikan Bu Bidan. Semoga Allah yang membalas.”
“Aamiin.”
Marya adalah bidan desa. Ia mengikuti suaminya yang berprofesi sebagai TNI-AL untuk mengikuti program pemerintah ABRI masuk desa. Ada banyak hal yang ia pelajari di sini. Masyarakat desa kelas bawah ke bawah adalah pasien-pasiennya.
Marya tak berharap apapun pada mereka atas jasa bidannya. Mereka bisa menjalani persalinan dengan lancar saja, sudah alhamdulillah.
Pernah suatu ketika, ada isteri seorang buruh tani yang kehamilannya sungsang. Harus dirujuk ke RSU kota. Sementara jarak rumah si pasien dengan RSU sekitar 35 km. Ini benar-benar melelahkan.
Saat pasien di ujung tanduk butuh dana besar, bahkan surat miskin pun tak mampu menanggung semuanya.
Marya akhirnya pasang badan merogoh kocek dari kantongnya sendiri sebesar Rp100.000, jumlah yang cukup besar pada masa itu. Surat miskin hanya mampu meng-cover biaya rawat inap, bukan biaya operasi.
Sejak itulah, Marya akhirnya menemukan mantra ajaib “kalau lancar gratis!” Mantra itu sungguh super power, selalu berhasil, sebab selalu digunakan Marya untuk menembus langit bagi hamba Allah yang terlihat bukan siapa-siapa di mata manusia.
************
Hari itu, Selasa, 24 Ramadhan 1411 H, pukul 07:30 WIB, bidan Marya sedang tersengal-sengal di atas pembaringan RSU Provinsi.
Sudah sepekan beliau dirawat di sana sebab kanker payudara yang telah mengakar hingga ke hati. Saat itu, anak sulungnya yang sedang berjaga. Melihat kondisi ibunya, si sulung bergegas memanggil suster.
“Suster, tolong ibu saya, suster!” Bergegas suster menuju ruang rawat inap bidan Marya. Suster mendekat perlahan. Dituntunnya bu bidan melafadzkan “Laaillahaillallah” ditirukan sempurna tepat pada hembusan nafas terakhir. Innalillahi wa’innaillaihi roji’un.
**********
41 hari kemudian.
Saat Arneta sedang menyapu halaman rumahnya, datanglah sepasang suami isteri mengendarai sepeda kayuh. Arneta melihat perut si isteri sudah membuncit.
“Mbak, ibu ada?” Arneta diam sesaat tak mampu menjawab. Ia hanya persilakan suami isteri itu masuk. Arneta ke dalam rumah memanggil ayahnya. Ayah Arneta keluar menemui sepasang suami isteri tersebut.
“Pak, Ibu ada? Mau periksa kehamilan.”
Ayah Arneta tercenung beberapa saat, hingga akhirnya menjawab dengan suara lirih.
“Kemarin adalah 40 harinya ibu meninggal.”
Suami isteri itu terkejut saling berpandangan. Tiba-tiba si isteri terisak.
“Hiks…kenapa orang baik cepat pergi.” Sang suami merengkuh pundak sang isteri. Sambil menatap ayah Arneta, sang suami berbicara.
“Kami ini orang miskin Pak. Ini anak ke-3 kami. Dua orang anak kami juga Ibu yang nolong lahiran. Cuma Ibu satu-satunya bidan yang selalu senyum, walau kami tidak bisa bayar. Semoga nanti kami bisa nemuin lagi bidan yang seperti Ibu. Semoga ibu sudah sampai surga Pak. Ibu orang baik, selalu tolong orang susah seperti kami.”
Dari luar Arneta mengintip di balik jendela. Terlihat ayahnya menahan buliran bening di sudut matanya.
*********
Siapakah bidan Marya? Beliau adalah wanita muslim yang tak paham agama, lalu menikah dengan laki-laki kafir. Dalam pandangan Islam, pernikahan bu bidan adalah perbuatan maksiat, bisa jadi beliau pun sudah dinyatakan kafir.
Namun mengapa begitu lancar mengucapkan “Laaillahaillallah?” Mungkinkah karena banyak kehidupan yang ia tangani dengan ikhlas, maka Allah mengasihaninya pada detik-detik ia akan menjalani kehidupan selanjutnya?
Memanggilnya di bulan penuh berkah dan ampunan, dimudahkan melafadzkan “Laaillahaillallah” pada hembusan nafas terakhir. Allahualam bishowab, hanya Allah yang maha detil yang tahu amalan apa yang tersembunyi, hingga lidah bidan Marya begitu mudah mengucapkan kalimat kemenangan itu.
Manusia sebaik apapun punya sisi lain yang tidak patut. Itu ada pada bidan Marya. Namun Allah Maha Pengampun.
Dalam rukun iman, kita percaya pada yang ghoib, yang tidak tampak oleh kasat mata manusia. Kita seringkali mengatakan:
“Sayang ibadahnya, sebab dia begini begitu.”
Kita seringkali memberikan judgement sesuai kasat mata kita. Kita tidak pernah tahu ada jeritan apa dari dalam hatinya. Jeritan dalam hati yang hanya diketahui oleh Allah dan hamba-Nya.
Kita tidak pernah tahu, bisa jadi bidan Marya tahu pernikahannya itu salah, namun tak mampu keluar dari pernikahan itu. Ada jerit ampunan dari dalam hati yang tak ada orang tahu.
Bila Alquran tidak mengabadikan, kita juga tidak pernah tahu ada jeritan apa di dalam hati Asiyah yang menikah dengan Fir’aun seorang thogut.[ind]
Sumber chanel telegram: t.me/ireneradjiman