Chanelmuslim.com- Seandainya Allah mengazab seluruh makhlukNya, hal itu tidak menjadikanNya zalim terhadap makhluk, karena mereka adalah hamba dan milikNya. Pemilik dapat memperlakukan miliknya sekehendaknya. Tetapi, Allah swt. akan mengadili hamba-hambaNya dengan keadilan yang tiada bandingannya.
Allah telah menjelaskan kepada kita dalam banyak nas tentang sejumlah kaidah yang menjadi asas peradilan dan penghisaban pada hari kiamat. Yaitu:
1. Keadilan yang sempurna tanpa sedikit pun kezaliman
Allah swt. memberi balasan pahala yang sempurna, tanpa dikurangi, kepada para hambaNya di hari kiamat dan tidak seorang pun dizalimi walaupun hanya seberat biji sawi. “Kemudian masing-masing diberi balasan perbuatan yang telah mereka usahakan, dengan sempurna dan mereka tidak dizalimi.” (QS. Al-Baqarah: 16)
Untuk mengenalkan anaknya akan keadilan Allah, Luqman berkata dalam wasiatnya kepada anaknya, “Hai anakku, sesungguhnya jika ada (amal) walaupun seberat biji sawi yang terdapat di dalam batu besar, di ruang angkasa, atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya. Sesungguhnya Allah itu Mahahalus lagi Maha Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
Allah swt. juga berfirman, “Siapa yang melakukan kebaikan walau seberat atom, ia akan mendapatinya dan siapa yang melakukan keburukan walau sebesar atom, ia akan mendapatinya. (QS. Al-Zilzal: 7-8)
Dalam ayat-ayat di atas, Allah swt. memberitahukan bahwa Dia memberi balasan dengan sempurna kepada setiap hamba atas perbuatannya. Dia tidak menyia-nyiakan dan tidak menguranginya walaupun sebesar debu yang terlihat bila terkena sinar matahari dari jendela, atau sebesar garis dan lubang kecil pada biji kurma.
2. Seseorang tidak disiksa karena dosa orang lain.
Kaidah penghisaban dan pembalasan yang merupakan puncak keadilan adalah bahwa Allah membalas hamba-hambaNya sesuai amal perbuatannya. Jika baik, balasannya baik,dan jika buruk, balasannya buruk.
Allah swt. juga tidak akan membebankan seseorang dengan dosa orang lain. Sebagaimana firmanNya, “Setiap orang yang berbuat dosa, ia sendirilah yang menanggungnya dan seseorang tidak akan memikul dosa orang lain…” (QS. Al-An’am: 164)
Inilah keadilan yang paling tinggi. Orang yang mengikuti petunjuk akan memetik buahnya dan orang yang sesat akan menanggung akibat kesesatan dirinya.
“Siapa yang menerima petunjuk, maka perbuatan itu untuk dirinya sendiri, dan siapa yang berlaku sesat, maka ia sendiri yang akan menanggung. Seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain dan Kami tidak akan menyiksa sebelum Kami mengutus rasul.” (QS. Al-Isra: 25)
Kaidah yang agung ini adalah salah satu syariat yang sama-sama ditetapkan oleh rasul-rasul Allah. Allah swt. berfirman, “Apakah belum diberitakan kepadanya apa yang ada dalam lembaran-lembaran Musa (Taurat) dan (lembaran-lembaran) Ibrahim yang menepati janji? (Yaitu) bahwa seseorang tidak akan menanggung dosa orang lain, bahwa manusia tidak memperoleh apa-apa kecuali yang ia usahakan, dan bahwa usahanya itu akan diperlihatkan, kemudian akan diberi balasan yang pas kepadanya.” (QS. An-Najm: 36-41)
Al-Qurthubi mengatakan bahwa ayat di atas maksudnya seseorang tidak akan memikul beban orang lain dan tidak akan disiksa karena dosa orang lain, melainkan setiap orang akan dihukum karena kesalahannya dan disiksa karena dosanya sendiri.
Ayat ini turun berkenaan dengan Walid bin Mughirah yang mengatakan, “Ikutilah jalanku, aku akan tanggung dosa-dosa kalian.” Demikian disebutkan oleh Ibnu Abbas. Dikatakan pula bahwa ayat tersebut turun sebagai penolakan terhadap kebiasaan orang Arab pada masa jahiliah, yaitu menghukum seseorang karena kesalahan orang tua, anak, dan karibnya.
Orang-orang yang ikut menanggung dosa orang lain.
Sebagian ulama terkadang mempertentangkan apa yang telah kami sebutkan, yaitu bahwa manusia tidak menanggung dosa-dosa orang lain dengan firman Allah seperti, “Dan mereka sungguh akan memikul beban (dosa) mareka dan beban (dosa) lain yang menyertai beban (dosa) mereka.” (QS. Al-Ankabut: 13)
Ayat yang mereka sebutkan ini sebenarnya selaras dengan ayat-ayat lain yang menunjukkan bahwa manusia itu menanggung dosa yang dilakukannya dan dosa orang-orang yang ia sesatkan dengan perkataan dan perbuatannya, sebagaimana orang-orang yang mengajak ke jalan petunjuk memperoleh pahala perbuatan mereka dan pahala orang yang menerima petunjuk mereka dan yang mendapat manfaat dari ilmu mereka. Jadi penyesatan terhadap orang lain adalah perbuatan yang pantas dihukum. (mh/foto:adis )