KADANG, ketika kita melihat seseorang melakukan kesalahan, kita begitu mudah merasa lebih baik dari orang lain itu.
Padahal bisa jadi kesalahan yang dilakukan oleh saudara kita merupakan ujian keimanan baginya agar tidak tergelincir dalam kesombongan sehingga merasa “ana khairun minhu” (aku lebih baik darinya). Astaghfirullah.
Suatu hari di tepi sungai Dajlah, Hasan al-Basri melihat seorang pemuda duduk berdua-duaan dengan seorang perempuan. Di sisi mereka terletak sebotol arak.
Baca Juga: Manfaat Self-Talk untuk Menghilangkan Perasaan Sedih
Jagalah Hati dari Perasaan Lebih Baik dari Orang Lain
Kemudian Hasan berbisik dalam hati, “Alangkah buruk akhlak orang itu dan alangkah baiknya kalau dia seperti aku!”
Tiba-tiba Hasan melihat sebuah perahu di tepi sungai yang sedang tenggelam. Lelaki yang duduk di tepi sungai tadi segera terjun untuk menolong penumpang perahu yang hampir lemas karena karam. Enam dari tujuh penumpang itu berhasil diselamatkan.
Kemudian dia berpaling ke arah Hasan al-Basri dan berkata, “Jika engkau memang lebih mulia daripada saya, maka dengan nama Allah, selamatkan seorang lagi yang belum sempat saya tolong. Engkau diminta untuk menyelamatkan satu orang saja, sedang saya telah menyelamatkan enam orang.”
Bagaimana pun usaha Hasan al-Basri tetapi akhirnya gagal menyelamatkan yang seorang itu. Maka lelaki itu berkata padanya. “Tuan, sebenarnya perempuan yang duduk di samping saya ini adalah ibu saya sendiri, sedangkan botol itu hanya berisi air biasa, bukan anggur atau arak.”
Hasan al-Basri tertegun lalu berkata, “Kalau begitu, sebagaimana engkau telah menyelamatkan enam orang tadi dari bahaya tenggelam ke dalam sungai, maka selamatkanlah saya dari tenggelam dalam ke-BANGGA-an dan ke-SOMBONG-an.”
Lelaki itu menjawab, “Mudah-mudahan Allah mengabulkan permohonan tuan.”
Semenjak itu, Hasan al-Basri semakin dan selalu me-RENDAH-kan HATI bahkan ia menganggap dirinya sebagai makhluk yang tidak lebih daripada orang lain.
Jika Allah membukakan pintu Shalat Tahajud untuk kita, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang sedang tertidur pulas.
Jika Allah membukakan pintu puasa sunnah, janganlah lantas kita memandang rendah saudara seiman yang tidak ikut berpuasa sunnah.
Bisa jadi orang yang gemar tidur dan jarang melakukan puasa sunnah itu lebih dekat dengan Allah, daripada diri kita. Ilmu Allah sangat amatlah luas.
Jangan pernah ujub dan sombong pada amalanmu. Jangan sampai kita merusak amal-amal kita masing-masing.
Salah satu tradisi para ulama ketika melihat orang yang lebih tua, dia berkata, “Orang ini lebih baik daripada diriku karena telah mendahuluiku dalam keimanan dan amal shalih.”
Ketika melihat yang lebih muda, dia pun berkata, “Orang yang lebih muda ini juga lebih baik daripada diriku karena sedikitnya dosa.”
Catatan: Ustadz Sholikhin Abu Izzuddin