HATI yang terselimuti cahaya ditulis oleh Djoko P. Abdullah. Sebutannya Dzun Nun al-Mishri. Nama lengkapnya Abu Al-Fayd Tauban bin Ibrahim bin Muhammad Al-Anshari. Seorang Sufi besar, Wali Allah generasi awal, sangat kharismatik.
Beliau dikenal mendakwahkan materi hadits-hadits dari Imam Malik, karena beliau belajar langsung karyanya yang masyhur, Al-Muwathatha.
Dzun Nun mempunyai banyak murid. Salah satunya kelak menjadi sufi besar yang terkenal. Pertama, Yusuf bin Al-Husain dari Persia, seorang sufi yang terkenal dengan keikhlasannya dan sering mengungkapkan pengalamannya. Kedua adalah Sahl al-Tustari salah satu guru Mansur Al-Hallaj.
Di antara Nasihat Emas Dzun Nun al-Mishri: “Hendaklah engkau bergaul dengan orang yang melihatnya saja mengingatkanmu kepada Allah, kharismanya berkesan dalam hatimu, perkataannya menambah ilmumu, dan perilakunya menjadikanmu Zuhud kepada dunia dan apa yang di tangan
manusia. Ia tidak berani sedikit pun bermaksiat kepada Allah selama engkau berada di dekatnya. Ia mengajarimu dengan lisan dan perbuatannya, dan tidak dengan lisan perkataannya.”
Baca juga: Tidak Ada Kemuliaan bagi Orang yang Tidak Memiliki Ilmu
Hati yang Terselimuti Cahaya
Dzun Nun melanjutkan: “Orang cerdas bukanlah mereka yang ahli dalam urusan dunianya, tetapi bodoh dalam urusan akhiratnya. Bukan orang yang buruk pekertinya ketika harus bermurah hati, dan juga bukan orang yang bersikap arogan ketika harus merendahkan hati.” (tawadhu’)
Jangan menjadi orang yang mengoleksi ilmu dan gelar dengan maksud terkenal. Tetapi kehidupannya didominasi oleh kebusukan hati dan berbagai jenis syahwat.”
Adapun nasihat Imam bin Hambal, Allah mewahyukan kepada Isa Alaihissaalam, “jika kau seorang diri jagalah hatimu, jika kau bersama orang jagalah lisanmu, jika kau di meja makan jagalah perutmu, dan jika kau berada di jalan jagalah pandanganmu.”
أَخي لَن تَنالَ العِلمَ إِلّا بِسِتَّةٍ
سَأُنبيكَ عَن تَفصيلِها بِبَيانِ
ذَكاءٌ وَحِرصٌ وَاِجتِهادٌ وَبُلغَةٌ
وَصُحبَةُ أُستاذٍ وَطولُ زَمانِ
Saudaraku, kalian tidak akan pernah mendapatkan ilmu kecuali dengan enam (6) hal. Aku akan beritahukan kepadamu dengan rinci yakni, dzakaun (kecerdasan), hirsun (semangat tinggi), ijtihadun (cita- cita yang tinggi), bulghatun (persiapan), suhbatul ustadz (bersahabat dengan guru), tuuluzaman (waktu yang panjang).
Mungkin Imam Malik adalah salah satu ulama yang berbeda dalam life style. Ketika sebagian ulama lainnya memilih hidup yang bersahaja atau bahkan miskin, tapi justru Imam Malik hidup dalam ‘kemewahan’.
ما أحب لامرئ أنعم الله عليه ألا يرى أثر نعمته
“Aku paling tidak suka dengan seseorang yang sudah diberi nikmat-Nya, tapi nikmat itu seakan tidak kelihatan.”
Bukan maksudnya untuk bermewah- mewahan semata, tapi di balik itu Imam Malik ingin mengajarkan kepada kita bagaimana hidup dalam status yang tinggi serta mulia, sehingga tidak dipandang remeh oleh semua orang juga penguasa.
Tidak heran jika penguasa Makkah dan Madinah pada waktu itu segan dengan Imam Malik. Tidak mudah bagi mereka untuk bertemu dengan beliau. Imam Malik bukan seperti ulama lainnya yang langsung bisa diperintah oleh penguasa. Mereka ta’zhim dengan keilmuannya, juga respect dengan penampilannya.
Diriwayatkan oleh Ibnu Mahdi berkata: “Seorang laki-laki bertanya kepada Imam Malik tentang suatu masalah. Imam Malik menjawab, ‘La uhsinuha’ (aku tidak mengerti masalah ini dengan baik). Kemudian laki-laki itu berkata: “(Tolonglah) aku telah melakukan perjalanan jauh agar bisa bertanya kepadamu tentang masalah ini.”
Imam Malik berkata kepadanya: Ketika kau kembali ke tempat tinggalmu, kabarkan pada masyarakat di sana bahwa aku berkata kepadamu: ‘La uhsinuha’.”
Dalam kisah ini, Imam Malik tidak malu mengatakan dirinya tidak tahu. Ia tidak takut orang-orang menganggapnya bodoh. Ia tidak takut dianggap acuh tak acuh dengan membiarkan laki-laki itu pulang dengan tangan hampa meski telah melakukan perjalanan jauh. Imam Malik ingin mengkonfirmasi bahwa pengalaman agama harus dibangun dengan pengetahuan dan rasa takut kepada Allah. Imam Malik mengatakan
ليس العلم بكثرة الرواية وإنما هو نور يضعه الله في القلب
“Ilmu itu bukanlah banyaknya riwayat, melainkan cahaya yang diletakkan Allah dalam hati.”[ind]