ChanelMuslim.com – Hajjah Putti Noernahar atau yang biasa disebut dengan Ummi Noernahar memiliki peran penting dalam perjuangan pendidikan suaminya, Mohammad Natsir.
Mohammad Natsir di samping tokoh politik berbasis Islam, ia juga pejuang pendidikan yang mendirikan sekolah Pendis (Pendidikan Islam) untuk umat. Ia ingin mendidik generasi umat Islam yang memiliki tujuan hidup berupa penghambaan diri kepada Allah.
Ide ini ia cetuskan karena kegelisahannya pada mereka yang beragama Islam tetapi suka mengejek dan menentang syari’at Islam. Ia juga melihat pendidikan yang diberikan oleh Barat, dalam hal ini penjajah Belanda kepada pribumi, hanya untuk mengisi otak saja, sedang jiwa dibiarkan kosong.
Baca Juga: Sebanyak 82 Kader Dai STID Mohammad Natsir Ikuti Wisuda Sarjana, Begini Prosesi Acaranya
Hajjah Putti Noernahar, Sosok Istri Mohammad Natsir
Namun usaha mendirikan dan menjalankan sekolah ini tidak selalu berjalan mulus. Pendis (Pendidikan Islam) sering dirundung kesulitan, sejak kehilangan dermawan yang selalu membantu dalam bentuk dana.
Noernahar, istrinya, yang mengetahui hal itu sering kali menggadaikan gelang emas miliknya untuk membantu kesulitan biaya sekolah Pendis. Beberapa kali emas itu digadaikan kemudian ditebusnya kembali untuk membayar gaji para guru.
Sebelumnya, saat Natsir berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan Pendis, ia berusaha mencari orang-orang terbaik sebagai pengajar. Banyak tenaga pengajar yang turut ikut mengajar, akan tetapi ia kesulitan mencari pengajar untuk HIS (Hollandsch Inlandsche School -setara sekolah dasar-) dan Taman Kanak-Kanak.
Pada saat itu, ia mengenal aktivis JIB Dames Afdeling (JIBDA, JIB Bagian Putri). Ia meminta Noernahar untuk mengajar di Pendis. Tak ragu Noernahar menerimanya, padahal saat itu ia berstatus sebagai guru pegawai negeri yang mendapatkan gaji 70 gulden/bulan, sedangkan di Pendis gaji guru tidak menentu.
Lukman Hakiem dalam bukunya Merawat Indonesia Belajar dari Tokoh dan Peristiwa menyebutkan bagaimana Natsir mengenang istrinya sebagi sosok pasangan hidup yang sudah banyak menyertainya sejak dari masa sulit kehidupan di zaman penjajahan.
Ia juga mendampingi Natsir ketika diberikan amanah sebagai menteri dan perdana menteri di awal kemerdekaan. Mengikutinya tanpa pernah mengeluh saat harus keluar masuk hutan di masa pergolakan daerah Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI). Tabah menunggu saat Natsir dijebloskan ke penjara tanpa proses pengadilan oleh rezim Orde Lama Soekarno, dan penuh pengertian ketika Natsir berpolitik melalui jalur dakwah sebagai pemandu umat. [Ln]